Kunjungan politik Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh ke DPP PKS pada Rabu (30/10) dinilai sebagai upaya komunikasi politik lintas koalisi. Dengan kata lain, Nasdem yang notabene partai pendukung pemerintah mulai merasa tidak nyaman berada di dalam Koalisi."Ketika di internal koalisi Jokowi sudah tak nyaman lagi, maka berkomunikasi dengan partai oposisi seperti PKS adalah cara yang tepat. Berteman dengan partai di luar pemerintah," kata Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, Kamis (31/10).
- Puluhan Relawan Deklarasi Dukung Ali Muthohirin Maju di Pilkada Kota Malang 2024
- Khofifah Matun di Sawah dan Makan Bersama Petani Ngawi
- Sejak 2004, PAN Disebut Data Survei Gagal Masuk Parlemen dan Tidak Pernah Terbukti
"Jadi, jika Nasdem menjalin komunikasi dengan PKS, wajar. Karena Nasdem sedang mencari kawan. Baik kawan di internal koalisi Jokowi. Maupun kawan di oposisi. Bagi Nasdem, politik itu sifatnya cair. Tak ada kawan dan lawan abadi. Yang ada adalah kepentingan," kata Ujang.
Lebih lanjut, Direktur Indonesia Political Review ini menyebut peta koalisi pemerintahan Jokowi-Maruf akan sangat mungkin untuk berubah. Sebab, Jokowi menggunakan hak prerogatifnya untuk mengakomodir kepentingan semata.
"Koalisi yang dibangun Jokowi bukan koalisi ideologis. Yang dibangun koalisi kompromis, pragmatis, dan kepentingan. Tentu koalisinya akan mudah pecah. Termasuk bisa pecah di tengah jalan," tutur Ujang.
"Koalisi berbasis kepentingan akan mudah pecah. Jika kepentingannya tak diakomodir atau jika kepentingannya sudah beda," tegasnya, dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL. [mkd]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Turun Gunung Ke Madiun, SBY dan AHY Sampaikan Strategi Hadapi Pileg dan Pilpres 2024
- Usai BBM Naik, Jumlah Masyarakat Miskin Diprediksi Akan Bertambah
- Tolak Harga BBM Naik, Aspek Indonesia: Tugas Pemerintah Bukan Mengeluh kepada Rakyat