Pengaruh Nabi

"KITA sebagai umat Islam harus, harus menganggap Muhammad itu sebagai pemimpin besar yang terbesar. Bahkan harus kita mengatakan, tidak ada pemimpin yang lebih besar dari pada Muhammad shalallahu alahi wassalam,” kata Presiden Sukarno saat memperingati Maulid Nabi Muhammad di Kairo, Mesir pada 1963.


Michael Hart dalam bukunya yang monumental The 100, menempatkan tokoh-tokoh berpengaruh sepanjang sejarah. Nomor satu: Nabi Muhammad.

Hart memilih Muhammad karena merupakan Nabi yang paling berhasil memunculkan kebangkitan agama di muka bumi.

Sepanjang zaman, banyak manusia, banyak tokoh yang menghormati Muhammad dan bertawasul kepadanya.

Muhammad menyandang gelar paling termulia. Nabi ini selamanya akan menjadi teladan kebaikan bagi kehidupan.

Sosoknya agung dan terpilih. Hart memilihnya karena kriteria spiritualnya yang tinggi di mana pemikirannya mampu mempengaruhi dunia, tidak akan pernah padam dan kekal hingga akhir zaman.

Meski tidak lahir di era kemerdekaan --seperti kata Sukmawati Sukarnoputri saat membandingkan Nabi Muhammad dan Sukarno, namun ajarannya tetap membawa pengaruh bagi kemerdekaan Indonesia.

Tokoh besar seperti Bung Tomo tidak akan meneriakkan "Allahu Akbar” untuk menyemangati perjuangan Arek-arek Suroboyo pada 10 November 1945, jika tidak mengenal ajaran Nabi.

KH Hasyim Asyari tidak akan mengobarkan semangat perang suci (jihad) dengan fatwa Resolusi Jihad, jika tidak mengenal ajaran Nabi.

Betapa besar pengaruh fatwa Resolusi Jihad bagi perjuangan kala itu. Sekejap, dari mulai cabang sampai ranting NU menjadi basis markas Hizbullah dan Sabilillah.

Umat Islam tergerak untuk berangkat tak gentar dengan kematian. Bahkan mereka merasa bangga mendapatkan predikat syahid sebab membela agama dan tanah air.

Keluarnya Resolusi Jihad tersebut juga merupakan permohonan Presiden Sukarno pada 17 September 1945, yang memohon fatwa hukum kepada ulama.

Kini, momen Resolusi Jihad menjadi cikal bakal diberlakukannya hari Santri Nasional di pemerintah Jokowi.

Perang gerilya Jenderal Sudirman yang termasyhur tidak akan terjadi jika tidak ada kekuatan spiritual dalam diri Pak Dirman. Padahal saat itu Pak Dirman sudah dilarang Sukarno. Namun Pak Dirman tetap memilih jalur gerilya, sementara Sukarno memilih jalur diplomasi.  

Di mata anak buahnya, Pak Dirman dikenal sosok penyabar dan saleh. Bahkan dalam kondisi sakit saat bergerilya di hutan, dia tidak pernah berhenti berdzikir.

Kesalehan Pak Dirman ditunjukkan saat ditanya oleh anak buahnya. Mereka bertanya mengapa Pak Dirman kuat bergerilya padahal kondisinya sedang sakit. Sudirman menjawab sambil tersenyum. Dia bilang bahwa dia tidak pernah "gantung wudhu”. Artinya, dia selalu berwudhu.

"Kamu mau tahu jimatku? Kamu tahu air kendi yang selalu aku bawa ini? Jimat pertamaku, aku selalu dalam keadaan suci. 24 jam setiap hari aku menjaga wudhu. Kalau batal aku langsung wudhu lagi. Jimat keduaku, aku menjaga salatku. Jimat ketigaku, aku berjuang hanya untuk negara dan bangsa ini tanpa pernah secuil pun memikirkan diriku pribadi,” jawab Pak Dirman.

Hampir semua orang tahu Pak Dirman sangat dekat dengan Islam. Para anak buahnya bahkan kerap memanggil Pak Dirman dengan sebutan Kajine, istilah Jawa untuk panggilan Pak Haji. Padahal dia belum pernah ke Mekkah.

Itulah rahasia terbesar kekuatan Pak Dirman. Dalam diri Pak Dirman mengalir ajaran Nabi yang tidak pernah padam. Sehingga menyebabkan perang gerilya yang dilakukannya menjadi sangat mustahil.

Jauh sebelum Sukarno, perjuangan Pangeran Diponegoro membela negara juga dilandasi dengan pengaruh agama yang kuat.

Sejak perang Jawa pecah tahun 1825-1830, pamor Pangeran Diponegoro telah naik dari bangsawan Mataram menjadi messiah tanah Jawa. Betapa tidak, ia telah memimpin gerakan perlawananan sporadis alias kraman terbesar sepanjang sejarah kolonialisme Hindia Belanda di tanah Jawa.

Perang Jawa telah memakan korban di kedua pihak, pemerintah Hindia sebanyak 8.000 serdadu berkebangsaan Eropa, 7.000 pribumi, dan 200.000 orang Jawa.

Setelah perang berakhir, jumlah penduduk Yogyakarta menyusut separuhnya dalam kurun 5 tahun peperangan.

Pasca perang, pengikut Pangeran Diponegoro banyak meninggalkan jejak. Sejak itu pula sejarah penyebaran agama Islam di abad ke-19 tidak bisa dilepaskan dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah Belanda di berbagai daerah.

Perang Jawa telah mengakibatkan banyak ulama pengikut Diponegoro mati syahid. Namun sisa pengikutnya menyingkir ke pedalaman, membuka perkampungan, mendirikan masjid, mengajar ngaji para penduduk kampung dan merintis pesantren.

Sebagian besar para ulama dan santri kemudian mengganti nama dan identitas untuk menghindari kejaran Belanda yang terus menerus memantau pergerakan sisa-sisa laskar Diponegoro.

Pesantren Takeran Magetan, Pesantren Sabilil Muttaqin Trenggalek, Pesantren Tambakberas Jombang, Pesantren Kapurejo Kediri, Pesantren Miftahul Ula Nganjuk, Pesantren Darussalam Banyuwangi, hingga Pesantren Al Kahfi Somalangu Kebumen, merupakan bekas pengikut Diponegoro.

Masih banyak contoh pemimpin yang mendedikasikan perjuangan untuk hal-hal yang tidak bersifat material. Kalau disebutkan di tulisan ini bisa jadi berjilid-jilid.

Yang jelas, keikhlasan dan doa mereka telah menjadi sumber kekuatan. Dan semua itu diperoleh dari ajaran Nabi Muhammad.

Memang benar Nabi Muhammad tidak lahir di era kemerdekaan --eranya Sukarno. Tapi ajarannya membawa pengaruh sangat besar, tidak hanya bagi perjuangan bangsa ini tapi juga peradaban bangsa ini.

Sukarno pemimpin besar, kita sepakat itu. Bahkan Sukarno mengakui Nabi Muhammad adalah pemimpin besar yang terbesar, kita seribu persen sepakat.

Maka, jangan terlalu naif membandingkan Nabi Muhammad dan Sukarno. Wallahu a'lam  

Noviyanto Aji

Wartawan

ikuti terus update berita rmoljatim di google news