Penghapusan Label Kafir Sarat Intrik Politik- Mirip Kisah Khalifah Ali

Penghapusan label kafir bagi non-Muslim hasil sepakatan Bahtsul Masail Nahdhatul Ulama (NU) memang sengaja dipersiapkan di tahun politik.


Kiai Lutfhi mencontohkan, dahulu di saat sahabat Amr bin Ash mengacungkan Al-Quran dan tombaknya, banyak yang menilai itu memiliki arti perdamaian.

Saat itu Khalifah Ali bin Abi Thalib RA, sebenarnya mengetahui bahwa hal itu hanyalah strategi yang dilakukan oleh rival politiknya dari pihak sahabat Muawiyah.

Namun karena didesak oleh pasukannya, maka Khalifah Ali bin Abi Thalib RA akhirnya menerima tawaran tersebut, maka dilakukanlah perundingan untuk mencapai perdamaian.

Jadi dengan tingkat kecerdasan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang di atas rata-rata, beliau lebih memahami intrik-intrik lawan politiknya daripada sekedar melihat peristiwa angkat Alquran dan tombak secara kasat mata. Sedangkan sahabat-sahabat lain hanya melihat makna angkat Alquran dan tombak sebagai permintaan perdamaian.

Nah, berkaitan dengan kisah Ali bin Abi Thalib ini, Kiai Lutfhi mengatakan penghapusan label kafir bagi non Muslim sebenarnya merupakan bagian dari strategi politik.

Adapun kepentingan politik yang dimaksud, lanjut Kiai Lutfhi, salah satu partai kontestan Pemilu 2019, yang secara riil di dalamnya banyak pengikut dari kalangan orang-orang kafir non Muslim.

"Bisa jadi demi ambisi politik tertentu, maka sengaja dimunculkan kembali penggunaan istilah kafir non Muslim dan istilah Muwathinun (warga negara), tentunya dengan bumbu kajian tertentu,” tegasnya.
 
Padahal tema yang diangkat saat ini, imbuh Kiai Lutfhi, justru sedang tidak dibutuhkan oleh dunia Islam, kecuali khusus bagi yang mempunyai intrik-intrik politik dengan melegalkan segala cara.[aji

 

ikuti terus update berita rmoljatim di google news