Kebijakan pemerintah yang salah dinilai menjadi faktor utama Indonesia menjadi negara paling tinggi
- Wakil Menteri Rangkap Komisaris BUMN Cederai Konstitusi, Jangan Rakus!
- Soroti Kekerasan Wadas, Demokrat: Pemerintah Harusnya Menenangkan
- Pengamat: PDIP Sudah Membaca Jokowi Main Dua Kaki
Kasus virus corona (Covid-19) di Indonesia menjadi tertinggi dibanding negara-negara di Asia Tenggara. Penyebabnya, kebijakan pemerintah yang selalu mencla-mencle.
Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun mengatakan, data per (19/6) menunjukkan bahwa kasus positif Covid-19 di Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara dengan 43.803 kasus dan 2.373 kasus kematian.
"Sampai hari ini, kasus positif Covid-19 di Asia Tenggara berjumlah 123.000 kasus lebih. Sebagian besar negara dilaporkan kurva kasus positifnya telah melandai. Sementara Indonesia belum melandai," ucap Ubedilah Badrun dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Jumat malam (19/6).
Ubedilah pun membeberkan dua penyebab Indonesia menjadi negara tertinggi kasus Covid-19 di Asia Tenggara.
"Mengapa Indonesia belum melandai? Setidaknya ada dua sebab utama. Pertama, karena pemerintah telah salah membuat kebijakan pada awal kasus, ketika ada kesempatan berharga untuk melakukan karantina wilayah Jakarta di bulan Maret selama 14 hari tetapi tidak dilakukan," jelas Ubedilah.
Namun, pemerintahan Joko Widodo malah memilih kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang hingga saat ini diperpanjang.
"Kebijakannya justru PSBB yang sampai diperpanjang dan ada transisi pula. Itu pun terlambat. Jadi memakan waktu lebih dari 14 hari berlanjut sampai saat ini. Saat PSBB, lalu lintas sosial masih dibolehkan sehingga peluang penyebaran Covid-19 masih terjadi," kata Ubedilah.
Hal tersebut sambung Ubedilah, menggambarkan bahwa orientasi kebijakan pemerintah masih mengutamakan keselamatan ekonomi ketuimbang keselamatan rakyatnya.
"Meskipun terbukti bahwa PSBB juga ternyata tidak menjamin keselamatan ekonomi karena faktanya angka pertumbuhan ekonomi di kwartal II tahun 2020 ini justru makin terpuruk bahkan minus," terang Ubedilah.
Penyebab yang kedua, tambah Ubedilah ialah karena masyarakat Indonesia dinilai secara sosial belum memiliki budaya disiplin yang kuat. Sehingga, cenderung mengabaikan protokol kesehatan.
"Ini problem makin serius ketika masyarakat semakin cuek dan tidak percaya dengan kebijakan pemerintah yang mencla-mencle dan cenderung tidak konsisten atau berubah-ubah," pungkasnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Isu PAN Masuk Kabinet, Zulkifli Hasan: Itu Urusan Presiden, Kita Sekarang Bantu Pemerintah
- Nusron Wahid: Prabowo Bisa Akhiri Polarisasi Politik 2014 dan 2019
- Artis yang Kembalikan Uang Kampanye Omnibus Law Sangat Mulia