BARU mau menjejalkan pantatnya, Bagong buru-buru digertak Prabu Mandura.
"Kok sajake mau hujan, Gong?†Tanya Prabu Mandura.
"Eh ndoro, cuaca cerah begini kok mau hujan, piye toh!†Jawab Bagong sembari melongok ke luar melihat langit.
"Yang tak maksud itu kamu, Gong. Datang ke Dwarawati dengan wajah murah durjana!â€
"Ndoro ini bisa saja. Saya capek, ndoro. Mbok ya kalau ada tamu datang disuguhi minum dulu!â€
"Eh setan, iblis, demit, wong kere nggak punya tata krama, wis langsung matur ke ndoromu. Ceritakan kenapa kamu datang kemari,†sahut Prabu Mandura.
Tampak di kerajaan orang-orang tengah serius membahas urusan negara. Prabu Basudewa terlihat sedang ngobrol dengan Semar, Prabu Mandura, Patih Sencaki dan Patih Udawa.
Keadaan kemudian berubah setelah kedatangan Bagong. Semua mata tertuju pada Bagong. Harap-harap cemas.
Jangan-jangan Bagong mau menyampaikan kabar masalah negara yang sedang genting.
"Ngestoaken dawuh Prabu Basudewa, ampun ndoro kalau kedatangan saya menganggu. Ada yang mau saya sampaikan,†Bagong memulai percakapan.
"Ya, Bagong kowe mau menyampaikan apa?†Tanya Prabu Dwarawati.
"Ini soal Begawan Kintoko Dewo.â€
"La dalah bener kan dugaanku.â€
"Eh tole, kenapa dengan Kintoko Dewo. Apa kamu sudah ketemu dia?†Semar menyahuti.
"Sudah, Mer. Bahkan aku sudah jadi cantriknya. Awalnya aku senang dengan gagasan KIntoko Dewo yang mau membuat perdamaian, dengan cara menghentikan perang Baratayudha. Tapi kemudian aku tidak setuju dengan syarat yang diajukan Kintoko Dewo,†cerita Bagong.
"Syaratnya apa, Gong?†Tanya Prabu Dwarawati.
"Syaratnya kalau mau perang Baratayudha tidak terjadi, harus jangka pati Kresna dan Semar. Sebab keduanya adalah penghasut dan radikal. Perang Baratayudha tidak akan ada kalau Kresna dan Semar sudah tidak ada.â€
"Eh setan, iblis, laknat. Kintoko Dewo, berani kamu bilang begitu. Belum pernah merasakan alugara milikku. Ayo, setan laknat, ini lawanmu Baladewa,†tiba-tiba Prabu Mandura berjingkat dan mau beranjak pergi.
Namun buru-buru Prabu Dwarawati menghadang.
"Kosek, kakang prabu mau kemana?â€
"Mau mencari Kintoko Dewo. Mau tak tusuk dia dengan alugara,†jawab Baladewa dengan nada tinggi.
"Siapa yang jadi ratu di sini?â€
"Yo kowe, kenapa masih tanya lagi.â€
"Yang jadi ratu di sini aku, kenapa sampeyan tidak menghormati ratu. Ini bukan Mandura, ini Dwarawati. Duduk!â€
Baladewa lantas duduk mengikuti perintah Kresna dengan pembawaan masih garang ingin menghancurkan orang.
Bagong yang melihat itu hanya bisa tertawa. Namun kemudian dibalas Baladewa.
"Hei, batur. Kenapa cengengesan. Lucu ya!â€
"Sampeyan lupa bawa obat ya,†sindir Bagong nggeleleng.
"Oh setan, iblis, laknat, berani sama aku!†Tantang Baladewa.
Prabu Dwarawati lantas menyuruh Bagong meneruskan cerita. Menurut Bagong, Kintoko Dewo tidak hanya berhasil menghasut Kurawa, tapi juga berhasil membujuk Pandawa untuk mengurungkan Baratayudha.
"Duryudana masuk dalam jebakan Kintoko Dewo. Werkudara dan Arjuna juga berhasil dirayu. Keduanya setuju tidak ada perang Baratayudha. Kemungkinan mereka akan kemari bersama Durna. Mau minta jangka pati Kresna dan Semar,†kata Bagong.
"Setan, iblis, laknat, Werkudara dan Arjuna bergabung dengan Duryudana. Sekarang mau kemari bersama Durna. Manusia tidak punya tata krama,†suara Baladewa makin meninggi.
Bagong yang berada di sampingnya kaget. Sejenak mengelus dada. Lalu berkata, "Mbok ya sing sopan, prabu. Kalau ngomong volumenya dikecilkan dulu. Di sini ada orang. Kaget tahu!â€
"Apa, kamu mau bela Werkudara dan Arjuna. Tak injak kepalamu modar,†sahut Baladewa yang untuk kesekian kalinya ditenangkan oleh Kresna.
Kresna kemudian beralih ke Semar yang sejak tadi diam.
"Bagaimana Kakang Semar?â€
"Eh, yo wis kedatangan mereka diterima saja. Prabu menemui Werkudara, Arjuna dan Durna. Biar saya menemui Kintoko Dewo,†jawab Semar.
Prabu Kresna kemudian mengeluarkan selembar surat dan diberikan kepada Bagong.
"Bagong, sekarang kembali ke Hastina. Ini ada surat sampaikan ke Duryudana.â€
"Surat apa ini, ndoro?â€
"Surat tantangan pada Kintoko Dewo dari Semar.â€
"Oke siap.â€
Tapi sebelum Bagong beranjak pergi, Werkudara, Arjuna dan Durna keburu datang. Ketiganya menghadap Kresna. Mereka tampak kaget saat melihat Bagong berada di Dwarawati.
"Eh, Bagong sudah ke sini. Mau apa kesini, Gong?†Tanya Durna.
"Lambemu Dur, masih nekuk nggak bisa ngucap kata ‘sengsara’ ya!†Sindir Bagong.
"Asuuu!â€
Werkudara melihat Bagong. Lantas berucap, "Kowe masih betah hidup, Gong. Mau tak injak kepalamu.â€
"Nyoh nek wani, di sini bukan wilayahmu, Werkudara. Mata sampeyan tidak bisa melihat di sini banyak orang-orang penting. Di sini ada gurumu juga, Prabu Baladewa.â€
"Matamu dewe!†Sahut Werkudara.
Sebelum ketiganya menyampaikan pesan dari Kintoko Dewo, mereka langsung distop oleh Prabu Dwarawati.
"Aku sudah tahu tujuan kalian kemari. Mau menghentikan perang Baratayudha dengan menumbalkan aku dan Kakang Semar.â€
Durna kaget. Begitu pula Werkudara dan Arjuna. Lidah mereka kelu.
"Werkudara dan Arjuna, kalian itu ksatria Ngamarta. Orang-orang berpendidikan. Orang berilmu. Kenapa masih mau menuruti perintah Kintoko Dewo. Apa menurut kalian dengan tidak adanya perang Baratayudha, kedamaian di negeri ini bakal tercipta.â€
"Apa karena negeri ini dihuni orang-orang yang kalian anggap radikal padahal mereka ingin menegakkan keadilan, terus perang tidak ada. Apa kalian anggap radikal penyebab perang, penyebab kematian banyak orang. Terus kalian mau menghentikan perang.â€
"Mbok nalar kalian dipakai. Perang ini sudah digariskan sejak lama, sejak kalian belum lahir. Sebelum ada Hastina dan Ngamarta. Ini adalah perang suci. Tidak bisa dihentikan. Ada atau tidak ada aku maupun Semar, perang ini tetap terjadi,†Prabu Dwarawati menasehati.
Mendapat nasehat panjang lebar dari Prabu Dwarawati, Werkudara dan Arjuna mulai sadar. Sementara Durna hanya bisa terdiam.
Giliran Bagong berangkat ke Hastina. Bagong langsung nenemui Duryudana dan menyampaikan surat dari Kresna.
Membaca sekilas surat itu, Duryudana lantas menyampaikannya pada Begawan Kintoko Dewo.
"Begawan, sampeyan ditantang Semar.â€
Tanpa babibu lagi, Begawan Kintoko Dewo langsung berangkat diiringi Bagong. Di sebuah wilayah Dwarawati, Semar terlihat berdiri dengan gelisah menanti kedatangan Kintoko Dewo.
Tak lama berselang Bagong datang bersama Kintoko Dewo.
"Mer, ini orangnya. Ndang digarap!†Sahut Bagong berpindah tempat di belakang bapaknya.
Keduanya kini berhadap-hadapan. Saling menatap satu sama lain. Mungkin juga saling membaca strategi masing-masing lawan. Apakah bakal terjadi pertempuran? Ternyata tidak.
Semar pun membuka percakapan.
"Oh ini toh yang namanya KIntoko Dewo,†sapa Semar.
"Benar ini aku. Kowe Semar?â€
"Ya, ini aku. Apa panembahan yang mau menghentikan Baratayudha? Panembahan mau merukunkan Pandawa dan Kurawa?â€
"Benar.â€
"Ketemu berapa perkara dan dasarmu apa?†Tanya Kyai Semar.
"Supaya jagat ini rukun dan tentram. Peperangan Pandawa dan Kurawa hanya menghasilkan kematian orang-orang yang tidak punya dosa,†jawab sang begawan.
"Apa menurutmu perang tidak ada gunanya, hah. Ketahuilah panembahan, perang itu sejatinya ada gunanya. Baratayudha itu perang suci, bukan perang asal-asalan seenaknya sendiri. Di situ nantinya terlihat sirnanya keangkaramurkaan, dan muncul watak utama (kebaikan).â€
"Baratayudha bukan bicara kerukunan dan ketentraman. Tapi menunjukkan siapa yang salah dan siapa yang benar. Sing ala bakal sirna, sing becik bakal ketitik. Di Baratayudha itu orang yang hutang bakal melunasi. Di situ tanda-tanda sumpahnya para ksatria, para pandhita, dan para raja, akan terlihat. Sumpah mana yang selama ini hanya mengobral janji atau benar-benar diwujudkan, akan terlihat.â€
"Kalau kowe menghentikan Baratayudha, berarti kowe memupuk keangkaramurkaan. Kowe memelihara keburukan. Memang benar Pandawa dan Kurawa akan rukun, tapi angkaramurka semakin menjadi-jadi. Yang wataknya baik akan kecipratan watak buruk. Saat ini keadaan negeri sudah seperti itu. Kowe jangan jadi begawan yang mengobral janji dan bisanya hanya merusak jagat,†ucap Kyai Semar.
Kintoko Dewo diam.
Bagong yang sedari tadi berada di belakang Semar, buru-buru membisiki.
"Modar Kintoko Dewo. Wis hancurkan aja, Mer. Biar kapok. Biar nggak lagi menghasut orang sana sini. Dia belum tahu siapa Semar!â€
Tak lama berselang, Begawan Kintoko Dewo berubah wujud menjadi Betari Durga. Tubuhnya membesar. Menjadi raksasa. Wujudnya menyeramkan. Matanya merah seperti iblis. Mulutnya bernyih, bersanggul putri keling dengan garuda membelakang, berkalung ulur-ulur (rantai), tangannya bergelang pontoh dan keroncong.
"Ya ini wujudnya Durga. Suka membuat onar. Memutarbalikkan fakta. Menghasut sana sini. Sekarang maumu apa. Mau buat onar di sini. Ayo lawan Semar. Kowe mau merasakan kentutku,†tantang Semar.
"Ampun Kakang Semar, ampuuuun!â€
"Ayo balik, pulang. Jangan buat kisruh di sini.â€
Betari Durga pun menghilang.
Noviyanto Aji
Wartawan
- Rizal Ramli dan Kemerdekaan Ekonomi
- Apa Strategi Ganjar Menggeser Puan?
- Presiden Jokowi Harus Siap Diri dan Dukung KPK Menyidik Kasus Kaesang-Gibran
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Pengabdian dan Pelayanan Ganjar-Mahfud bagi Masyarakat, Bangsa, dan Negara
- Bu Risma
- Anies: Wallahul Muwaffiq ila Aqwamit Tharieq