Status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran virus corona (Covid-19) telah ditetapkan oleh pemerintah.
- Film Dirty Vote Tidak Didanai Asing Tapi Biayanya Patungan
- PPDI Madiun Sampaikan Aspirasi Aturan Rekrutmen Kasun hingga Kenaikan Gaji Perangkat Desa ke DPRD
- Politisi PKS Apresiasi Pertumbuhan Desa Devisa di Jatim
Kebijakan itu menuai kritik dari analis politik Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti karena dianggap lambat.
"Saya pikir ini karena lambat bergerak. Ketika bergerak akhirnya overdosis," ujarnya saat berbincang bersama seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (1/4).
Ray Rangkuti mengurai bahwa over dosis yang dia maksudkan adalah ketidaksesuaian antara operasi kebijakan yang dikeluarkan dengan landasan hukum yang digunakan. Sebab, PSBB yang diatur di dalam UU 6/2018 tentang Karantina Kesehatan, dan diatur lebih lanjut di Peraturan Pemerintah (PP) 21/2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) adalah sudah tidak tepat dari awal.
"Jadi diambil operasionalnya dari UU karantina, tapi prinsip pemberlakuannya seperti UU Kedaruratan. Seharusnya dia tidak pakai lagi istilah PSBB," kata Ray Rangkuti.
"Maka kalau mau pakai PSBB, pakai dong secara utuh UU karantinanya. Apa itu? Ya karena anda melakukan tindakan itu, ya anda berkewajiban memberi makan rakyat Indonesia," pungkasnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Di Era Jokowi Kehidupan Nelayan Kecil Makin Memprihatinkan
- Terbukti Banyak Berperan, Bupati Bondowoso Sampaikan Terima Kasih Kepada NU
- Prediksi Joe Biden Jakarta Tenggelam, Langkah Anies Baswedan Tolak Reklamasi Sudah Tepat