Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto diingatkan untuk waspada terhadap ancaman dan gangguan terhadap kedaulatan negara karena Indonesia belum mempunyai UU pokok pertahanan keamanan.
- AHY Yakin Kader Demokrat Tetap Solid
- Mahfud MD Komentari Sumbangan 2 T Akidi Tio
- Tanggapi Hasil Survei, Paslon Bonus Klaim Kantongi 96 Ribu Pemilih di Pilkada Kota Madiun 2024
Begitu yang disampaikan Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto menanggapi pernyataan Prabowo soal Indonesia negara yang strategis dan berpotensi ancaman dari asing.
"Apa yang disampaikan Menhan Prabowo itu bukan hal baru, nenek-nenek juga paham," ujar Satyo, seperti diberitakan Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (11/7).
Bahkan kata Satyo, jika melihat lebih jauh ke belakang di era sebelum lahirnya negara Indonesia, pernah terjadi perang laut terbesar pada masanya.
Kala itu beberapa negara-negara maju terlibat, diantaranya: Inggris, Portugal, Prancis, Belanda, Spanyol, Italia, Prussia di perairan laut Indonesia.
Perang itu karena dipicu penguasaan wilayah koloni Nusantara yang kaya rempah, emas dan sumber daya alam lainnya.
"Persoalan Indonesia bukan cuma Alutsista yang sedikit dan banyak yang sudah tidak sesuai lagi dengan daya tempurnya karena tua atau rusak, persoalan Indonesia juga dalam konsepsi dan falsafah perang, potensi ancaman dan gangguan di abad milenial," jelas Satyo.
Indonesia sendiri kata Satyo, melalui instrumen dan infrastruktur pertahanan keamanannya kesulitan menentukan potensi ancaman dan gangguan.
"Sebabnya adalah kita sampai saat ini tidak memiliki UU pokok pertahanan keamanan guna menentukan potensi ancaman dan gangguan terhadap kedaulatan dan keselamatan bangsa dan Negara RI," kata Satyo.
"Bahkan saking sudah 'tercemarnya' kepentingan nasional Indonesia, hanya tinggal Pancasila yang masih genuine dan suci dari 'noda'," sambung Satyo.
Karena masih kata Satyo, UU yang mengatur tentang pertahanan keamanan yang ada, sudah terpolarisasi dan tersebar di beberapa sektor, termasuk di antaranya adalah UU TNI-Polri.
"Celakanya lagi ada dikotomi dalam terminologi pertahanan dan keamanan, lengkap sudah distorsi tersebut," terang Satyo.
Padahal sambung Satyo, dalam abad perang Hibrida saat ini ataupun perang asimetri alutsista, tetap memiliki efek deterrent (pencegah).
Menurut Satyo, suatu negara tiba-tiba bisa terjajah oleh UU yamg dibuatnya sendiri karena adanya elemen 'proxy war' dalam sistem kekuasaannya.
"Namun bagaimana mungkin menggunakan seluruh kekuatan komponen dan infrastruktur dari Alutsista tersebut jika untuk menggunakan itu 'digrendel' oleh seperangkat aturan atau UU sehingga nihil daya tempurnya? inilah dampak perang hibrida atau perang tak kasat mata. Waspadalah Pak Prabowo ," pungkas Satyo.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Ilmuwan Unej Ungkap Fakta Historis Tiga Usulan Nama Kampus di Jember yang Ditolak Presiden Sukarno
- Prabowo Sentil Pemimpin yang Suka Omdo
- Habib Rizieq Masih Punya Pengaruh untuk Pilpres 2024