Membebaskan pajak bagi buruh berpenghasilan diatas Rp16 juta per bulan, kebijakan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dianggap linglung.
- Hasan Basri Bakal Galang Anggota DPD untuk Gugat Perppu Cipta Kerja
- Menlu Retno: Dua WNI Putuskan Tetap Tinggal di Gaza
- Gus Muhaimin Bersama Petinggi PKB Ziarah Makam Bung Karno
"Kebijakan bebas pajak dari gaji hemat saya kebijakan linglung, Sri Mulyani terlalu lelah berpikir karena mungkin banyak persoalan yang ia sendiri salah sejak awal," kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (14/3).
Pengamat Politik jebolan Universitas Telkom ini menilai justru kebijakan bebas pajak itu sedianya diterapkan untuk pengusaha menengah kecil seperti UMKM.
Hal itu justru akan meningkatkan daya beli masyarakat dan berdampak langsung kemasyarakat. Sebab, tidak menguntungkan korporasi besar semata.
"Bebas pajak seharusnya untuk usaha kecil menengah, itu lebih fair karena berdampak bagi masyarakat, sementara gaji imbasnya pada korporasi, terlebih batasan gaji 16 juta tentu bukan korporasi kecil," pungkasnya.
Sebelumnya, Sri Mulyani mengeluarkan kebijakn pembebasan pembayaran pajak penghasilan (PPh) 21 bagi buruh.
Kebijakan itu menjadi kontroversi lantaran yang dibebaskan dari pajak adalah buruh manufaktur yang mengantongi gaji Rp200 juta per tahun. Jika dibagi 12 bulan maka gaji per bulan buruh tersebut adalah Rp16, 6 juta.
Pembebasan pajak yang bertujuan untuk mendongkrak daya beli di tengah wabah virus corona itu berlaku selama 6 bulan, mulai dari April hingga September 2020. Dengan total nilai pajak yang ditanggung mencapai Rp8,6 triliun.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Kiat Prabowo-Gibran Tekan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak
- Jokowi Diwanti-wanti Tidak Terpengaruh Oligarki Gantikan Sri Mulyani
- Pengadilan Tinggi Jakarta Gelar Sidang Banding Putusan PN Jakpus Soal Tunda Pemilu