Teguh Santosa: Persolaan Ekonomi Jauh Lebih Serius Daripada Isu Radikalisme

Wacana perang melawan radikalisme yang dihembuskan pemerintah dinilai untuk mengaburkan situasi ekonomi yang masih belum membaik.


Menurut Teguh, pada masa golden period atau periode emas Kabinet Indonesia Maju seharusnya pemerintah bekerja keras memenuhi harapan-harapan dasar rakyat, seperti harga barang kebutuhan murah, jaminan kesehatan dan pendidikan.

"Persolaan ekonomi jauh lebih serius daripada isu radikalisme. Mestinya pada golden period ini (pemerintahan yang baru) fokus pada pekerjaan riil (ekonomi)," ujarnya sambil menambahkan diskursus tentang Islam dan demokrasi adalah adalah diskursus lama dan sudah selesai.

Melansir Kantor Berita Politik RMOL, Teguh mengatakan, protes atau ketidakpuasan atas kinerja pemerintah akan terus disampaikan masyarakat apabila pada kenyataannya pemerintah masih kesulitan memenuhi kebutuhan dasar rakyat.

Apabila pemerintah merespon ketidakpuasan itu dengan memberikan stigma tertentu, dalam hal ini radikalisme, pada pihak-pihak yang tidak puas, maka hal itu sama artinya dengan pembungkaman.

Pandangan Teguh juga senada dengan dua pembicara lain, wartawan senior Tempo Bambang Harymurty dan Kepala Peliputan CNN Revolusi Riza.

Bambang Harymurty bahkan menggunakan istilah fasis untuk kebijakan menyumbat aspirasi rakyat.

Baru-baru ini pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 Menteri tentang penanganan dari apa yang disebut sebagai radikaslime pada Aparatur Sipil Negara (ASN). Sementara Menteri Agama menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) 29/2019 tentang pendataan dan sertifikasi Majelis Taklim.

Menurut Menteri Agama Fachrul Razi, aturan ini hanya untuk kepentingan pembinaan dan pendanaan, bukan untuk memerangi radikalisme. Namun, melihat perkembangan di lapangan banyak kalangan yang khawatir ini adalah tanda-tanda pemerintah hendak menggunakan cara-cara Orba yang represif.[aji]

ikuti terus update berita rmoljatim di google news