Aksi penurunan paksa papan plang Muhammadiyah di masjid, di Desa Tompo, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi, pada Jumat (25/2), ternyata bukan yang pertama kali.
- KNPI Desak Erick Thohir Copot Sejumlah Direktur PT Pelni, Ini Alasannya
- Jadi Saksi Nikah Anak HRS, Bukti Anies Tidak Membeda-bedakan
- Don Adam Heran Anas Urbaningrum Disambut Seperti Pahlawan
Sebelumnya, menurut Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Banyuwangi Mukhlis Lahudin, aksi-aksi pengrusakan juga pernah menimpa Muhammadiyah dalam menyebarkan dakwah di wilayah Bumi Blambangan tersebut
Berikut rentetan kasus yang dihadapi Muhammadiyah sepanjang tahun 2000 hingga tahun 2022.
1. Kasus di Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Peterongan, Desa Kebunrejo Kalibaru, perebutan tanah wakaf dan Masjid PRM Peterongan.
2. Penurunan papan nama Pengurus Cabang Muhammadiyah (PCM) Glenmore di depan rumah Ketua PCM almarhum H Moh Amli.
3. Pemberian tanda silang merah di setiap pimpinan dan warga Muhammadiyah Genteng.
4. Penurunan papan nama PRM Banjarwaru, Banyuwangi oleh tokoh masarakat setempat.
5. Penolakan Jumatan di Masjid PRM Kaligung, Kecamatan Blimbingsari oleh masyarakat dengan kekerasan membawa pentungan menjelang Jumatan.
6. Penolakan pembangunan Pusat Dakwah Muhammadiyah (PDM) Singojuruh pada saat menjelang peletakan batu pertama yang dilakukan masarakat sekitar lokasi.
7. Ancaman pembakaran Rumah Sakit Islam (RSI) Fatimah oleh sekelompok orang yang menamakan pasukan berani mati dari kawasan Banyuwangi selatan.
8. Perangkat desa bersama masyarakat Desa Sraten, Kecamatan Cluring menolak pembangunan Masjid Pusdamu Al Furqon PRM Sraten dengan mempermasalahkan IMB. Posisi Muhammadiyah minoritas di Sraten.
9. Penolakan rencana pembangunan Pondok Anak kebutuhan khusus (ABK) Muhammadiyah oleh masyarakat belakang Hotel Aston Banyuwangi, dengan dalih demi kondusivitas warga yang tidak sejalan dengan dakwah Muhammadiyah.
10. Penurunan paksa papan nama PDM PRM Tampo Cluring dan PRA Tampo Cluring, TK ABA Tampo Cluring oleh sebagian warga masyarakat yang mendapat dukungan dari kepala desa Tampo dan Forpimka Cluring, dengan dalih masjid milik umum bukan milik golongan/Muhammadiyah.
Dari kasus per kasus tersebut di atas jika ditarik kesimpulan didapat akar masalahnya.
“Penyerobotan aset wakaf yang tidak tertulis jelas peruntukannya, ingin menguasai aset dan memindahkan kepemilikannya ke pribadi atau orang lain,” demikian kata Mukhlis Lahudin dalam keterangannya yang diterima Kantor Berita RMOLJatim, Senin (28/2).
“Dakwah Muhammadiyah yang tiada henti, semarak, dan mendapat banyak pengikut, pendukung adalah ancaman ketidaknyamanan secara pengaruh ketokohan lokal, ekonomi dan politik lokal,” sambungnya.
Selain itu, lanjut Mukhlis, kebencian secara turun-temurun, baik kultur maupun struktur di lokal masyarakat, terjadi karena merasa terancam kedudukan ketokohannya dan pengaruhnya. Sehingga, mereka harus melakukan penghadangan dakwah Muhammadiyah secara masif lewat kekuatan masyarakat lokal dan pejabat setempat.
Tidak hanya itu, lembaga pendidikan, amal usaha kesehatan, panti asuhan, Lazismu, pengajian Ahad pagi (PAP), Pusat Dakwah Muhammadiyah, taman pendidikan Alquran (TPA), taman pendidikan Quran (TPQ), perguruan tinggi, pendirian pusat keunggulan, Surya Mart, aset Muhammadiyah lainya, menjadi kecemburuan sosial.
Hal itu menimbulkan kedengkian dan ketidaknyamanan bagi mereka yang sudah sejak awal menunjukkan sikap ketidaksenangan
“Kepentingan politik lokal menjadi penyerta dan penumpang kepentingan sesaat memanfaatkan kelompok lain menciptakan kondisi keruh dan memanfaatkan kelompok anti kemapanan untuk cari muka, cari pengaruh, dan lain-lain,” tutupnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- HUT Jatim ke-76, PKS Jatim Anggap Masih Banyak PR dan Tantangan
- Terima Kunjungan Kaops Nusantara Cooling System, Aa Gym Serukan Pemilu 2024 Tanpa Perpecahan
- Gelar Roadshow Pemenangan, PAN Jatim Konsolidasikan Struktur dan Seluruh Bacaleg