Kepemimpinan Ganjar Pranowo sebagai Gubernur Jawa Tengah dinilai mirip dengan penguasa zaman Multatuli.
- Pemilu 2024, MUI Ingatkan Bahaya Politik Identitas
- Luhut Pandjaitan: Saya Tidak Mau Varian Delta Naik Lagi
- Hadi Dediyansah Persiapkan Visi Misi Maju Pilkada Surabaya 2024
Hal tersebut disampaikan pemerhati sejarah, Arief Gunawan dalam melihat gejolak yang terjadi di Desa Wadas, kawasan yang masih di bawah pemerintahan Ganjar Pranowo.
Menurut Arief, Ganjar seperti Demang Parungkujang dan Adipati Lebak dalam kisah Max Havelaar yang ditulis oleh Edward Douwes Dekker atau dikenal juga sebagai Multatuli.
"Dua pejabat bumiputera itu merupakan antek kolonial Belanda yang tidak sudi membela rakyatnya sendiri. Mindset yang sama juga diperlihatkan oleh Ganjar Pranowo," kata Arief dalam keterangan tertulisnya, Jumat (11/2).
Sebagai Gubernur Jawa Tengah, Ganjar dianggap tidak mampu membela rakyat Desa Wadas, Purwerojo, Jawa Tengah, yang kini sedang tertindas karena hak atas tanah yang mereka miliki terganggu.
Ganjar yang belakangan ini rajin pencitraan karena ingin menjadi calon presiden di Pilpres 2024, menurut Arief, lebih memilih menjadi kaki tangan oligarki ketimbang membela rakyatnya sendiri.
"Sebagai elite PDI Perjuangan yang selalu mengusung dan membusungkan diri mengaku sebagai partai wong cilik, ternyata mindset Ganjar nonsense belaka," tegasnya.
Bahkan, Ganjar menafikan ajaran Sukarno, yakni marhaenisme yang secara filosofis dan sosiologis esensinya adalah membela hak-hak atas tanah yang dimiliki oleh para petani.
Dalam historiografi nasional, kata dia, rakyat dan wilayah Purworejo juga memiliki peran besar dalam era Perang Diponegoro (Perang Jawa). Perang ini esensinya merupakan perlawanan rakyat terhadap praktik perampasan tanah yang dilakukan oleh kolonialis Belanda.
“Perang Diponegoro meletus berawal dari kegiatan ukur-mengukur tanah yang dilakukan kolonialis Belanda dan aksi-aksi KNIL (Koninklijk Nederlands Indische Lege),” ujar Arief Gunawan.
KNIL merupakan pasukan profesional yang anggotanya terdiri dari berbagai suku bangsa di Indonesia. Dengan mendirikan KNIL, Belanda ingin mengadu domba bangsa ini.
Ganjar juga dianggap mengingkari budaya luhur masyarakat Jawa yang secara filosofis menganggap tanah merupakan hal yang sangat sakral, yang tergambar dalam ungkapan sadhumuk bathuk sanyari bhumi, ditohi kanti pati (walaupun tidak seberapa luas tanah yang dimiliki, namun soal tanah adalah soal nyawa).
"Berulangnya kembali mindset Demang Parungkujang dan mindset Adipati Lebak dalam kisah Max Havelaar, dengan pemeran baru: Ganjar Pranowo," tutupnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- KPK Diminta Investigasi Keuangan Kemenag Terkait Dugaan Sabotase Muktamar NU
- Pengurus Partai Demokrat Kabupaten Madiun Serahkan Surat Permohonan Perlindungan Hukum di Pengadilan Negeri
- 50 Anggota DPRD Tuban 2024-2029 Resmi Dilantik, Kader Golkar Ditunjuk Jadi Pimpinan Sementara