Trump Bisa Sengsara, IHSG Mandek di 6.436

Ilustrasi/Theguardian.com
Ilustrasi/Theguardian.com

SENTIMEN positif dari rilis data penjualan ritel di AS akhirnya memenuhi ekspektasi investor. Otoritas AS mengklaim pertumbuhan penjualan ritel sebesar 1,4 persen pada Maret lalu mencerminkan lonjakan signifikan dibanding bulan sebelumnya dan sekaligus lebih tinggi dari ekspektasi pasar di kisaran 1,3 persen. 

Namun sentimen positif tersebut dengan segera tenggelam oleh pernyataan pihak Bank Sentral AS, The Fed. Rilis hasil pertemuan pimpinan The Fed menunjukkan mereka kini mulai mencermati dengan sangat serius ancaman meningkatnya inflasi dan tertekannya pertumbuhan ekonomi akibat kebijakan tarif Presiden Donald Trump. Rilis hasil pertemuan pimpinan The Fed ini sekaligus menjadi pukulan serius dan membuat kinerja pemerintahan Presiden Donald Trump semakin sengsara.

Sentimen dari The Fed ini kemudian dengan mudah disambar pelaku pasar dengan melakukan aksi jual sangat agresif hingga merontokkan seluruh Indeks Wall Street. Pantauan lebih rinci menunjukkan, Indeks Nasdaq yang menjadi paling sengsara setelah menutup sesi perdagangan pertengahan pekan dengan ambruk lebih dari 3 persen. Situasi ini sekaligus mencerminkan tekanan jual pada saham-saham teknologi yang kembali terhajar oleh rangkaian sentimen dari kebijakan Presiden Donald Trump.

Namun beruntungnya, pelaku pasar di Asia mampu menahan diri dan mengambil sikap lebih tenang dalam menjalani sesi perdagangan hari keempat pekan ini, Kamis 17 April 2025. Pelaku pasar di Asia terkesan masih memiliki nyali untuk bertahan optimis di tengah pesimisme yang dipicu hasil pertemuan pimpinan The Fed.

Kinerja positif bursa saham Asia bahkan terkesan konsisten meski sempat cenderung terjebak di rentang terbatas. Tinjauan RMOL memperlihatkan, pelaku pasar di Asia yang mencoba memberikan porsi perhatian pada sentimen regional dari kinerja ekspor Jepang yang dilaporkan tumbuh 3,9 persen pada Maret lalu. Kinerja tersebut berada di bawah ekspektasi pasar dan sekaligus merosot dibanding bulan sebelumnya.

Sentimen secara keseluruhan akhirnya cenderung sulit untuk berkukuh pada optimisme. Namun tiadanya sentimen pesimis yang tersedia dengan meyakinkan membuat pelaku pasar juga kesulitan untuk beralih melakukan tekanan jual. Kecenderungan Indeks untuk berada di zona positif akhirnya menjadi pilihan.

Hingga sesi perdagangan berakhir, Indeks Nikkei (Jepang) melonjak 1,35 persen di 34.377,6, sementara Indeks ASX 200 (Australia) menguat 0,78 persen di 7.819,1 dan Indeks KOSPI (Korea Selatan) menanjak 0,94 persen di 2.470,41. Kinerja positif yang nyaris seragam di bursa Asia kemudian menjadi bekal penting bagi sesi perdagangan di bursa saham Indonesia.

Pantauan menunjukkan, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mengawali sesi perdagangan pagi dengan menjejak zona positif meski dalam taraf moderat. Namun kurang dari 7 menit usai pembukaan sesi pagi, IHSG tergelincir di zona pelemahan tipis. Kinerja IHSG kemudian konsisten menjejak  di rentang moderat di sepanjang sesi pagi dengan berulangkali berganti zona merah dan hijau yang sekaligus mencerminkan sikap ragu pelaku pasar.

Pola sedikit berbeda terjadi pada sesi perdagangan sore, di tengah minimnya sentimen domestik yang tersedia. IHSG kemudian mengakhiri sesi menjelang libur Paskah dengan menanjak 0,6 persen di 6.436,26. Kinerja ragu IHSG juga tercermin pada bervariasi nya gerak saham unggulan.

Sejumlah saham unggulan yang masuk dalam jajaran teraktif ditransaksikan terpantau mampu menutup sesi dengan positif, seperti: BBCA, TLKM, ITMG, ISAT, ICBP, PTBA, INTP, SIDO dan PGAS. Sedang sejumlah saham unggulan lain kembali terperosok di zona merah, seperti: BMRI, BBRI, BBNI, ASII, BBTN, JPFA, INDF dan CPIN.

Pelaku pasar di Jakarta kini mencoba mengalihkan perhatiannya pada sentimen domestik yang datang dari rangkaian rilis data penjualan ritel, pertumbuhan kredit, dan keputusan suku bunga oleh Bank Indonesia yang diagendakan pada pekan depan, guna menentukan arah gerak pasar lebih jauh. Namun sentimen kejut dari tensi dagang AS-China diyakini masih tetap membayangi.

Dolar AS Kukuh di Atas Rp16.800

Situasi tak jauh berbeda terjadi pasar uang, di mana nilai tukar Rupiah kembali tertekan dalam menjalani sesi hari ini. Sementara sentimen dari pasar uang global menunjukkan gerak menguat yang kembali terjadi pada mata uang utama dunia menyusul sentimen pernyataan The Fed menyangkut ancaman inflasi dan tertekan nya pertumbuhan.

Namun kinerja penguatan mata uang utama dunia tersebut gagal diikuti oleh mata uang Asia. Laporan lebih lanjut memperlihatkan, gerak mata uang Asia yang justru cenderung melemah meski dalam rentang moderat. Secara keseluruhan, mata uang Asia cenderung konsisten menjejak di rentang terbatas.

Peso Filipina bersama Dolar Hong Kong dan Rupee India serta Yuan China tercatat mampu berupaya bertahan di zona penguatan tipis namun terkesan rentan untuk beralih melemah. Selebihnya, mata uang Asia terpantau konsisten menjamah zona pelemahan terbatas. Pelemahan tertajam terjadi pada Baht Thailand yang terdera koreksi teknikal usai melambung fantastis di sesi perdagangan kemarin.

Baht Thailand hingga sore ini terpantau sempat merosot hingga kisaran 0,77 persen. Sedang mata uang Asia lainnya terlihat masih bergulat di zona pelemahan tipis.

Terkhusus pada Rupiah, gerak melemah tipis terkesan berupaya konsisten namun rentan untuk beralih ke zona penguatan. Hingga ulasan ini disunting, Rupiah masih flat dengan bertengger di kisaran Rp16.820 per Dolar AS atau melemah sangat tipis 0,01 persen. Tinjauan RMOL juga memperlihatkan, Dolar AS yang masih sulit untuk digiring di bawah kisaran level psikologis nya di Rp16.800.

Gerak malas Rupiah menjelang libur Paskah besok diyakini turut dilatari oleh sikap pelaku pasar dalam mengantisipasi rangkaian sentimen domestik yang diagendakan pada sepanjang sesi perdagangan pekan depan.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news