Lobi-lobi politik para bakal calon bupati dan wakil bupati terus berjalan dan digulirkan menjelang pemilihan kepala daerah setempat. Tidak terkecuali lagi di Ngawi tensi politiknya mulai memanas dan diprediksi kuat akan diikuti pasangan calon tunggal sedangkan rivalnya kotak kosong.
Pasalnya, hampir semua partai pemilik kursi di DPRD Ngawi melakukan koalisi dengan PDIP mengusung Ony Anwar-Dwi Rianto Jatmiko (OK) dalam Pilkada serentak yang jatuh pada 23 September 2020 mendatang. Sebab Pilkada Ngawi sifatnya sudah final tanpa ada calon dari jalur perseorangan setelah dibuka antara 19-23 Februari 2020 kemarin tidak satupun pendaftar mendatangi KPU Ngawi.
“Melihat dari situasi politik yang terus berkembang saat ini hampir pasti sudah mendekati real coalisi. Artinya calon lain diluar pasangan OK sudah tidak ada kemungkinan bisa berangkat dari kendaraan partai politik,” kata Yudianseorang pemerhati politik asal Ngawi, Jum’at, (28/02).
Dikatakan, apabila terjadi pemilihan kepala daerah dan hanya diikuti calon tunggal justru sangat merugikan untuk pendidikan politik bagi rakyat. Pasalnya rakyat hanya disuguhkan satu pasangan calon saja dan tidak memberikan alternatif pilihan politik lainya.
Beber Yudian, pada tahun 2015 lalu Mahkamah Konstitusi (MK) tidak memperbolehkan adanya calon tunggal dalam kontestasi politik pemilihan kepala daerah. Tentu saja bisa dijelaskan pemilihan kepala daerah tidak bisa digelar jika tidak ada dua pasangan calon yang mendaftar.
“Kenyataan itu sudah terjawab pada Pilkada 2015 lalu ternyata partai besar sudah mengunci lawan politiknya. Dan yang terjadi patut diduga lawanya hanya pasangan calon yang sebenarnya hanya bentukan atau boneka,” ulasnya.
Melihat dari kondisi sebenarnya, MK membuat putusan baru bahwa calon tunggal dalam gelaran pemilihan kepala daerah diperbolehkan. Dan dalam pelaksanaanya lawanya dengan kotak kosong atau bisa dikatakan semacam referendum. Lanjut Yudian, pelaksanaan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal melawan kotak kosong juga memiliki kerugian sekaligus juga memberikan keuntungan.
Kerugian pertama, ujarnya, pemilihan kepala daerah dengan calon pasangan tunggal
membuat kekuatan legitimasi calon yang menang tidak begitu kuat karena partai tidak memberi alternatif kepada pemilih untuk pilihan politik. Dan bermuara sangat merugikan secara politik bagi rakyatnya.
Sedangkan kerugian kedua adalah dengan koalisi yang oversize (besar) maka tidak ada lagi partai oposisi di daerah. Koalisi yang sangat besar dan bisa mengakibatkan nantinya tidak ada lagi komposisi partai oposisi di DPRD. Karena semua partai bergabung menjadi satu dan menyokong pasangan calon tunggal itu.
Sehingga bisa saja nantinya pemerintahan daerah model seperti itu cenderung anti kritik dan tidak ada alternatif pemilihan oposisi karena semua bergabung dalam satu kekuatan. Namun ada juga sisi positifnya dengan adanya calon tunggal karena pemerintah daerah bisa dengan cepat mengambil keputusan karena parlemen dan kepala daerah itu sama. Karena semua partai mendukungnya.[R]
- Kelembapan Tinggi, Hanya NTT Wilayah Yang Cocok Untuk Produksi Garam
- Paslon Madiun Menyala Siap Dukung Pelaku Ekonomi Lokal di Kabupaten Madiun
- Agung Mulyono Fokus Perbaiki Infrastruktur di Banyuwangi Selatan
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Iriana Jokowi Minta Pelaku Kekerasan Seksual Anak Ditindak Tegas
- WKRI Sidoarjo bersama Forum Kebangsaan Deklarasi Dukung Ganjar-Mahfud di Pilpres 2024
- Tragedi Kanjuruhan, LBH Malang Minta Negara Bertanggung Jawab