Munculnya "gerakan kembali ke masa lalu" yang ingin mengembalikan konstitusi ke UUD sebagaimana aslinya saat dibuat pada 1945 dqn menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), dicemaskan sebagian kalangan.
- Usulan Kenaikan Biaya Haji 2024 hingga Rp105 Juta Tak Masuk Akal
- Panja BPIH Apresiasi Idealisme dan Keberanian Menag Usulkan Biaya Haji
- Annisa Pohan Lantik Arumi Bachsin Sebagai Ketua Srikandi Demokrat Jatim
Jurubicara Presiden keempat RI KH. Abdurahman Wahid (Gus Dur) ini memberi contoh, pemimpin transformatif itu Deng Xiaoping yang membangun fondasi Tiongkok sebagai negara modern. Deng tidak mendesain Tiongkok untuk kembali seperti zaman Dinasti Qin, Ming atau Dinasti Qing. Deng mentransformasikan pikirannya tentang negara modern kepada rakyatnya, sehingga menjadi mudah bagi penerusnya seperti Zhu Rongji, Ziang Zemin, Hu Jintao, dan kini Xi Jinping.
Di Asia Tenggara, ada Mahathir Mohamad yang mendesain Malaysia sebagai modern, dan Lee Kuan-yew (1959-1990) yang membuat negara paling kecil di ASEAN itu menjadi pelopor dalam modernisasi administrasi pengelolaan negara.
Dalam pandangan Adhie, kelompok elite bangsa ini sungguh menyedihkan, karena tidak memiliki wawasan ke depan, sehingga cenderung menjadikan masa lalu sebagai orientasi nasional, sebagai tujuan berbangsa dan bernegara. Makanya, tak heran bila tujuannya ingin menjadikan Indonesia seperti negara Sriwijaya (abad ke-7), atau Majapahit (abad ke-14).
Adhie meminta dalam rangka peringatan proklamasi kemerdekaan ke-74 RI, sekaligus untuk menyiapkan tata kelola negara pasca Pemilu 2019, partai-partai politik, karena memiliki kader di eksekutif, legislatif dan judikatif, serta di lembaga-lembaga tinggi negara lainnya, untuk menyiapkan perangkat lunak dan perangkat guna bangsa ini memasuki abad digital yang sangat kompleks dan dinamis.
"Bagaimana mungkin rakyat bisa melakukan manuver canggih secara digital bila dalam tata kelola energi (listrik) saja pemerintah masih bermasalah," ungkapnya.
Jelas dia, tinggalkan impian membuat GBHN seperti di masa lalu. Dulu GBHN dirancang pemerintahan Soeharto oleh para teknokrat andal, lalu disahkan oleh MPR. Dipakai pedoman oleh pemerintah orde baru karena itu memang mereka yang rancang.
"Sekarang siapa yang mau bikin rancangan GBHN bila rekrutmen SDM di pemerintahan tidak memakai acuan yang benar? Sementara para anggota DPR dan DPD tidak memenuhi kualifakasi sebagai pembuat rancang-bangun eksekutif dan legislatif era digital," ujar Adhie.
Apalagi, menurut para penggagas kembali ke masa lalu itu, lanjut Adhie, GBHN yang nanti mau dihidupkan kembali, tidak harus diikuti oleh pemerintah, dan tidak ada sanksi politik bila GBHN tidak dijalankan.
"Lalu buat apa?" sebut dia.
Sebetulnya, lanjut Adhie, dalam konstitusi sudah ada acuan bagi semua lembaga negara. Tepatnya pada alinea keempat Pembukaan UUD 45 yang menjelaskan tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indoneisa: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Apabila sejak reformasi kepemimpinan nasional dirasakan kurang optimal, bahkan cenderung tidak paham soal, bukan membawa kembali bangsa ini ke masa lalu. Tapi partai-partai politik itu sendiri yang harus lakukan introspeksi atau refleksi, lebih tepat lagi, otokritik.
Ditambahkannya, semua parpol harus lakukan introspeksi atau refleksi, lebih tepat lagi otokritik terhadap persyaratan, kriteria dan kualifikasi bagi calon anggota legislatif dan pimpinan eksekutif di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan lebih-lebih pimpinan nasional.
"Jadi persoalan bangsa ini bukan terletak pada GBHN atau konstitusi, tapi pada mekanisme rekrutmen para elite penyelenggara negara oleh partai politik sendiri," demikian Adhie Massardi.[aji]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Pengamat Soroti Kesolidan PDIP dan NasDem usai Pencapresan
- Gelombang Pertama, Dewan Kehormatan Demokrat Pecat 7 Kader Terkait Kudeta
- Soal Anggaran Kemenhan, Prabowo: PDIP dan Semua Partai Mendukung