Rasa penasaran warga Surabaya terhadap siapa calon pengganti Tri Rismaharini (Risma) sangat tinggi. Hal ini menunjukkan sense of leadership warga Surabaya mulai bertumbuh.
- Presiden PKS Borong Garam dan Cabai dari Petani, PKS Jatim Siap Kawal Program yang Sejahterakan Petani Garam dan Cabai
- Ratusan Caleg PKS Jatim Tandatangani Pakta Integritas, Kang Irwan: Ini Komitmen Kami pada Rakyat!
- Pemerintah Tolak KLB Kubu Moeldoko, Fraksi Demokrat Jatim: Otomatis Kebenaran Muncul
Lalu siapa saja nama-nama yang bermunculan dalam bursa calon Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Surabaya? Tentunya sangat banyak.
Berbagai kelompok survei, konsultan politik, maupun kelompok relawan telah membuka nama-nama tersebut, setidaknya tak kurang dari 25 nama.
Ketua Komunitas Milenial Peduli Indonesia (Kompi) Surabaya, Nico Makapedua menyebut bahwa fenomena tersebut sangat bagus untuk demokrasi Indonesia, khususnya Surabaya.
"Banyaknya nama bakal calon wali kota menunjukkan masyarakat disuguhkan pilihan yang memadai. Bukan 1 dan 2 paslon, apa lagi calon tunggal," ungkap Nico dalam keterangannya kepada Kantor Berita , Sabtu (10/8).
Menurut Nico, kunci pertarungan Pilwali Surabaya 2020 akan menarik karena banyak nama berkualitas yang akan berpartisipasi.
"Kalau dari PDIP kami masih melihat Whisnu Sakti sebagai kandidat kuat ya, karena dukungan untuk beliau sudah mengakar sampai ke tingkat RT-RW," ujarnya.
Untuk calon dari PDIP, lanjut Nico, bisa disaingi oleh Gus Hans dari Golkar atau Dhimas Anugrah dari PSI. Jaringan mereka kuat walau tampak tenang di permukaan.
Dalam pantauan Kompi saat ini, ada beberapa nama baik wajah lama atau wajah baru yang masuk bursa calon wali kota Surabaya, antara lain Wisnu Sakti Buana (PDIP), Gus Hans (Golkar), Dhimas Anugrah (PSI), Eri Cahyadi (Birokrat), Hendro Gunawan (Birokrat), Fandi Utomo (PKB), Dyah Katarina (PDIP), Lia Istifhama (Profesional), Jamhadi (Profesional) dan Arif Afandi (Profesional).
Dikatakan Nico, untuk wajah-wajah lama bukan jaminan akan memenangkan kontestasi Pilwali Surabaya. Sebaliknya, wajah-wajah baru bisa saja mendominasi ‘permainan’, tergantung dari strategi mereka.
"Kita bisa belajar dari Pilgub DKI 2012, pasangan Jokowi-Ahok bisa keluar sebagai juara, padahal sebelumnya nama mereka kalah beken dengan Foke atau Alex Noerdin,†tandasnya.
Sementara mengenai wacana masuknya Basuki Tjahaya Purnama dari PDIP masuk dalam kontestasi Pilwali Surabaya, Nico berkomentar, jika banyak putra-putri daerah asli Surabaya yang kapabel memimpin kota.
"Saya kira BTP tidak perlu repot-repot ke Surabaya. Lagi pula kenapa bukan Veronica Tan sekalian, karena elektabilitasnya lebih tinggi saya kira,†bebernya.
Namun, Nico mengingatkan jika Pilwali adalah hajatan penting. Pembangunan Surabaya ke depan ditentukan oleh Pilwali 2020 nanti.
"Warga harus tahu benar kualitas calon-calon wali kotanya. Utamakan meritokrasi dan akhlak yang baik," pungkasnya.[aji
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Demokrat Berharap Khofifah-Emil Lanjut Dua Periode
- Prabowo Bisa Jadi Presiden 2024 Jika Jadikan Jokowi Sebagai Ketum Gerindra
- Dapat Nomor Urut 2, Prabowo-Gibran Maknai Lambang Kedamaian dan Kasih Sayang