Sidang kasus korupsi suap Wali Kota Pasuruan Setiyono yang menjerat Direktur CV Mahadir Muhammd Baqir kembali berlanjut di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (14/1).
- Sore ini, Febri Diansyah Akan Perpisahan Dengan Pegawai KPK
- Bunuh Mahasiswa Unej Secara Sadis, Mantan Mahasiswa Hukum Dituntut 20 Tahun Penjara
- Sidang Dugaan Korupsi PJU Lamongan, Jaksa Hadirkan Saksi Helmy dari Inspektorat Jatim dan 3 Ahli
Ke delapan saksi yang diperiksa secara bersamaan ini membenarkan adanya suap yang diberikan terdakwa Muhamad Baqir ke Wali Kota Pasuruan non aktif, Setiyono.
"Setau saya hanya sekali, saat Terdakwa menangani proyek pembangunan Pusat Layanan Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah,"ujar saksi Dwi Fitri Nurcahyo yang diamini ke tujuh saksi lainnya saat diperiksa bersamaan dalam persidangan, Senin (14/1).
Namun, para saksi itu tidak mengetahui secara detail berapa angka suap yang diberikan terdakwa Muhamad Baqir pada Setiyono.
Diberitakan sebelumnya, dalam surat dakwaan jaksa KPK, Terdakwa Muhamad Baqir disebut telah memberikan fee sebesar 10 persen dari nilai proyek yang dimenangkan, yakni sebesar Rp 2.210.429.000 (dua miliar, dua ratus sepuluh juta,empat ratus dua puluh sembilan ribu rupiah).
Uang fee yang diberikan untuk manten tender ini sebesar Rp 115 juta dengan cara ditranfer ke rekening bank milik Supaat dan selanjutnya dipindah bukukan ke rekening
Wahyu Trihadianto untuk kemudian diberikan kepada Wali Kota Setyono melalui Hendriyanto Heru Prabowo alias Hendrik, Keponakan dari Wali Kota Setiyono.
Kasus suap ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK, Kamis (4/10/2018) lalu. Saat itu KPK terlebih dahulu menangkap keponakan Wali Kota Pasuruan yakni Hendriyanto Heru Prabowo alias Hendrik saat akan menyerahkan uang suap dari terdakwa Muhamad Baqir ke Walikota Setyono.
Setelah dilakukan pengembangan, KPK akhirnya menetapkan beberapa tersangka lain. Mereka diantaranya, Wali Kota Pasuruan, Setiyono, Staf Ahli Bidang Hukum, Politik, dan Pemerintahan Pemerintahan Kota Pasuruan, Dwi Fitri Nurcahyo, tenaga honorer di Kelurahan Purutrejo, Wahyu Tri Hardianto.
KPK menetapkan mereka sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait sejumlah proyek di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Pasuruan tahun anggaran 2018, salah satunya belanja gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Pemkot Pasuruan.
Proyek di Pemkot Pasuruan diatur oleh Wali Kota melalui tiga orang dekatnya yang disebut trio kwek kwek, dan ada kesepakaan fee rata-rata antara 5 sampai 7% untuk proyek bangunan dan pengairan.
Sedangkan dari proyek PLUT-KUMKM, Wali Kota Setiyono mendapat komitmen fee sebesar 10% dari nilai HPS yakni sebesar Rp 2.297.464.000 ditambah 1% untuk Pokja. Pemberian dilakukan secara bertahap.
Pemberian pertama terjadi pada tanggal 24 Agustus 2018, Muhamad Baqir menstransfer kepada Wahyu Tri Hardianto sebesar Rp20 juta atau 1% untuk Pokja sebagai tanda jadi. Kemudian pada 4 September 2018 CV Mahadir ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp2.210.266.000.
Kemudian 7 September 2018, setelah ditetapkan sebagai pemenang, Muhamad Baqir sertor tunai kepada wali kota melalui pihak-pihak perantaranya sebesar 5% atau kurang lebih Rp115 juta. Sisa komitmen fee lainnya akan diberikan setelah uang muka termin pertama cair.
Atas perbuatan suap tersebut, terdakwa Muhamad Baqir didakwa dengan pasal berlapis. Warga Jalan Kramat Singosari Malang ini disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (2) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.[bdp]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Jaksa KPK Tunjukkan Bukti Catatan Bagi-Bagi Uang Miliaran Rupiah, Ketua DPRD Jatim Kusnadi: Tidak Tahu
- Ade Yasin Divonis 4 Tahun Penjara, Hak Politiknya Dicabut 5 Tahun
- Terungkap Dua Orang Terlibat Mafia Perijinan Dinkopdag Surabaya, Ini Kata Jaksa