Jika pemerintah telah membantah menghapus data kematian rakyat akibat virus corona atau Covid-19, maka seharusnya memiliki tenggat waktu yang jelas untuk merapihkan datanya.
- Dirumorkan Dapat Tawaran Kursi Wapres dari Ketum PDIP, Kang Emil Malah Kunjungi Prabowo
- Relawan Des Ganjar Ikut Ramaikan Tradisi Petik Laut Larungan di Kabupaten Malang
- Demokrat Besar Karena SBY dan Kerja Keras Kader, Bukan Pelaku Kudeta
Demikian disampaikan pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra menyikapi pernyataan Kemenko Marinves yang membantah menghapus data kematian, melainkan sedang melakukan perapian agar data lebih akurat.
"Tanpa kejelasan waktu, pemerintah bisa dicurigai ingin menyembunyikan angka yang sesungguhnya. Hal ini tidak baik, bukan saja di mata rakyat, tetapi juga di mata dunia internasional," kata Yusril, seperti diberitakan Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (12/8).
Kecurigaan sudah pasti timbul jika data resmi dari pemerintah tak kunjung muncul. Maka, kata Yusril, opini yang berseliweran di publik adalah data tidak resmi yang bisa dibuat siapa saja.
"Hal ini justru akan menghambat upaya penanganan pandemi di negara kita," tandasnya.
Imbas dari data yang dianggap bodong itu banyak, misalnya dimainkan menjadi isu politik yang berdampak luas, baik isu domestik sebagai penggalangan opini untuk menggoyang stabilitas politik dan pemerintahan, maupun isu internasional.
"Sebab, angka kematian yang relatif besar dibandingkan dengan negara-negara lain serta angka kematian global, bisa “digoreng-goreng” sebagai isu pelanggaran HAM berat. Kita tidak ingin hal seperti itu terjadi pada negara tercinta ini," demikian Yusril.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Gus Muwafiq: Huru-hara Tidak Mungkin Terjadi Karena Tidak Ada Common Enemy
- Arief Poyuono Prediksi Jokowi Kehabisan Baterai dan Tidak Punya Kekuatan di 2024
- Dugaan Kasus Perselingkuhan, Jokowi Mestinya Copot Suharso Manoarfa