BAGI para politisi dan masyarakat awam siapa yang akan tampil sebagai capres dan cawapres menjadi perhatian utama menjelang Pilpres 2019, karena nasib mereka paling tidak selama lima tahun ke depan akan ditentukan oleh siapa yang akan keluar sebagai pemenang.
- GovTech Anas
- Pengabdian dan Pelayanan Ganjar-Mahfud bagi Masyarakat, Bangsa, dan Negara
- Hijrah
Dengan pemahaman yang benar, maka para pengambil keputusan sebagai nakhoda dapat diingatkan sedini mungkin agar dapat mengambil keputusan terbaik sekaligus menghindari berbagai kebijakan keliru yang bisa membebani rakyat baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Apa sebenarnya yang sedang terjadi di bawah permukaan tidak mudah diketahui oleh publik. Menurut John Dryzek, kombinasi lobi dalam arti rayuan seperti janji terkait jabatan publik, dukungan logistik, sampai intimidasi dan ancaman (black mail), serta perang opini untuk meyakinkan publik merupakan sesuatu yang lazim dalam memperebutkan kekuasaan politik (Deliberative Democracy and Beyond: Liberals, Critics, Contestation, 2000).
Sebenarnya ada cara sederhana untuk membaca kemana arah pengelompokkan dan siapa yang akan bertarung ke gelanggang melalui narasi yang dibangun masing-masing kekuatan politik. Tentu kita masih ingat adagium yang mengatakan: Siapa yang memenangkan pertarungan wacana, maka dialah yang akan memenangkan pertarungan dalam kontestasi kekuasaan.
Dari narasi yang nampak kepermukaan dan secara konsisten dimainkan oleh dua kelompok besar adalah bagaimana merebut suara pemilih Muslim. Narasi ini semakin kuat dan nyata pasca Pilkada di DKI. Jika petahana memainkan narasi 'Islam Moderat' maka kelompok penantangnya menggunakan narasi 'Islam Populis'.
Sementara ormas-ormas Islam besar seperti Muhammadiyah, NU dan belakangan NW ditarik TGB bersama Ikatan Alumni Al Azhar berhimpun di kubu yang lain yang mengembangkan narasi 'Islam Moderat'. Tentu pengelompokkan ini tidak bersifat mutlak, mengingat tidak sedikit tokoh-tokoh di dua kubu ini juga saling menyebrang.
Ormas-ormas Islam yang lain kini sedang mengkalkulasi sekaligus melakukan berbagai bentuk silaturrahim untuk tidak menggunakan istilah lobi yang sarat dengan konotasi politik.
Bila dibandingkan dengan Amerika Serikat dan sejumlah negara di Eropa yang juga mengalami badai populisme, maka kemenangan Donald Trump dan kemenangan Sebastian Kurz di Austria dapat dikatakan sebagai kemenangan kelompok populis. Sementara di sejumlah negara Eropa tokoh-tokoh dan partai-partai yang menggunakan isu primordial (populis) semakin banyak pendukungnya.
Di negara-negara Muslim belum ada rujukannya, karena itu Indonesia akan menjadi model yang akan dirujuk oleh negara-negara Muslim demokratis ke depan. [***]
- Menara Zaytun
- Superhemat
- Trik SGIE