Akibat Berhala Presidential Threshold, Nilai Demokrasi Terdistorsi 

Surat suara Pilpres 2019/Net
Surat suara Pilpres 2019/Net

Keberadaan ambang batas atau Presidential Threshold (PT) dalam UU 7/2017 dianggap menjadi berhala yang mendistorsi nilai-nilai demokrasi.


"Sudah berkali-kali MK menolak gugatan uji materi soal ambang batas, seharusnya pemilihan presiden, wapres dan cakada berstatus open legal policy dan siapapun bisa mengajukan calon pemimpin negara," ujar Direktur Ekskutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (6/9). 

Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Prodem ini pun mempertanyakan sikap Mahkamah Konstitusi (MK) yang dianggap tidak sesuai dengan berlandaskan pembukaan UUD 1945. 

"Patut dipertanyakan MK ini melakukan uji materi UUD negara mana sih sebenarnya? Mestinya legal standing-nya Pembukaan UUD 1945 RI dong, di situ disebut juga Pancasila yang menjadi filosofi dasar negara RI," jelas Satyo. 

Menurut Satyo, UU 7/2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Pasal 6a UUD 1945. Sehingga seharusnya pengaturan pemilu tidak mesti ditafsirkan berbeda UUD 1945. 

Siapapun dan partai politik apapun dalam pemilu mestinya bisa berkesempatan mengajukan calonnya masing-masing. 

“Persoalannya adalah berhala yang namanya "threshold" atau ambang batas yang menyebabkan mendistorsi nilai-nilai demokrasi," jelas Satyo. 

"Ambang batas menciptakan polarisasi karena berpotensi selalu menghadirkan hanya dua pasangan calon dalam konteks pilpres bahkan tidak jarang cuma calon tunggal dalam pilkada," pungkasnya. 

Sebelumnya pengajuan Judicial Review (JR) atas Presidential Threshold 20 persen dilakukan mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri era Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Rizal Ramli.