Negara Bisa Dianggap Bagian Dari Kisruh Parpol Jika Sahkan Hasil KLB Sibolangit

Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini/RMOL
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini/RMOL

Panitia penyelenggara Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Sibolangit, Deliserdang, Sumatera Utara, berniat menyerahkan struktur kepengurusan dan AD/ART ke Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) untuk bisa disahkan.


Menanggapi hal ini, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menilai, Kemenkumham tidak memiliki celah hukum mengeluarkan SK pengesahan struktur pengurus dan AD/ART hasil KLB Sibolangit.

"Karena berdasarkan parameter yang terukur nampaknya sulit kita ingin ada misalnya yang diakui KLB Siboangit, itu sulit sekali," ujar Titi Anggraini dalam diskusi viirtual Tanya Jawab Cak Ulung Kantor Berita Politik RMOL bertajuk "KLB Sibolangit Di Mata Hukum", Kamis (11/3).

Titi Anggraini menjelaskan, hingga saat ini publik pun bisa mengetahui secara jelas bahwa dari segi hukum kepengurusan Partai Demokrat di bawah kendali Ketua Umum Agus Harimurthi Yudhoyono masih terdaftar di Kemenkumham dan bahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Akan tetapi, yang menjadi kekhawatiran dan menjadi kontrversi di masyarakat adalah soal keterlibatan orang lingakran Istana yang dalam hal ini ialah Kepala Kantor Staf Presiden (KSP).

"Bagaimana respon publik melihat peristiwa KLB ini tidak sejalan dengan instrumen hukum yang ada. Sementara pihak yang terlibat adalah bagian dari lingkaran istana," katanya.

Dari situ kemudian Titi Anggraini melihat korelasi pemerintah pada komitmen perlindungan parpol yang bebas akan diuji. Terutama ketika nantinya ada keputusan dari Kemenkumham mengenai status hukum hasil KLB Sibolangit.

Karena ia tidak menutup kemungkinan tentang adanya keputusan fenomenal yang akan diambil Kemenkumham.

Di sini, Titi menegaskan bahwa sikap pemerintah bukan hanya akan mengubah hukum kepemiluaan di Indonesia, tapi juga cara melihat partai politik sebagai institusi demokrasi yang bebas dan harus dilindungi oleh negara juga bisa berubah.

"Negara bisa dianggap bukan lagi bagian dari pelindung partai politik, tapi menjadi bagian dari kisruh partai politik," demikian Titi Anggraini.