BPK Temukan Dana Covid Rp 180 Miliar Kabupaten Jember Tidak Dapat Dipertanggungjawabkan, Kejari: Kami Sudah Beri Warning

Pertemuan Bupati dengan pimpinan DPRD Jember/RMOLJatim
Pertemuan Bupati dengan pimpinan DPRD Jember/RMOLJatim

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sebanyak Rp 180 miliar lebih anggaran Covid-19 Pemkab Jember, belum bisa dipertanggungjawabkan.


Adanya selisih dana refocusing untuk penanganan Covid-19 tahun 2020, terungkap dalam pertemuan Bupati dan Pimpinan DPRD Jember. 

Saat awal dilakukan refocusing APBD 2020, Pemkab Jember melibatkan aparat penegak hukum, yakni Kejaksaan Negeri (Kejari) Jember untuk memberikan pendampingan hukum. Sehingga Jember mendapatkan alokasi dana total Rp 479,4 miliar, dana terbesar kedua di Indonesia.

Menurut Wakil ketua DPRD Jember, Ahmad Halim, adanya selisih Rp 180 miliar ini didapat dari laporan Bupati Jember, Hendy Siswanto. 

Ya, laporan audit awal BPK yang disampaikan ke DPRD Jember menyebutkan sebanyak Rp 180 miliar dana Covid-19 tidak ditemukan surat pertanggungjawaban (SPJ) yang benar. Namun laporan tersebut baru disampaikan secara lisan. Kemungkinan pekan depan akan disampaikan laporannya secara tertulis. 

"Karena itu, kami mendorong BPK untuk melakukan audit investigasi. Kami akan menindaklanjuti dengan surat jika sudah mendapatkan laporan resminya, supaya ditindaklanjuti lanjuti dengan audit investigasi atau audit dengan tujuan tertentu,” ujar Legislator Gerindra ini kepada Kantor Berita RMOLJatim, Jumat (12/3). 

Sementara Kepala seksi Intel kejaksaan negeri Jember, yang juga juru bicara Kejari, Agus Budiarto saat dikonfirmasi, menyampaikan masih akan mempelajari setiap informasi dari masyarakat, juga termasuk temuan BPK RI tersebut. 

Kasi Intel, Agus Budiarto (pakai masker hijau)/RMOLJatim

Agus menjelaskan, saat awal perencanaan refocusing anggaran APBD, Kejaksaan Negeri Jember diminta melakukan pendampingan. Saat itu sudah dilakukan oleh Kejari sebagai upaya preventif mencegah terjadinya penyelewengan. Bahkan kejaksaan sudah memberikan arahan, bahwa pelaksanaan anggaran itu harus memperhatikan tiga hal, yaitu tidak melakukan mark up, tidak melakukan kegiatan fiktif dan duplikasi kegiatan. 

"Pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggarannya harus tepat sasaran, sesuai ketentuan hukum yang ada. Kami sudah memberikan warning untuk melaksanakan semua kegiatan secara transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara administasi maupun yuridis," kata pria asal Sidoarjo ini. 

Namun selanjutnya pendampingan tersebut dihentikan dengan beberapa pertimbangan teknis yuridis. Sehingga pelaksanaan kegiatan tersebut pada prinsipnya tidak ada pendampingan dari Kejari.

"Saat pelaksanaan kami sudah tidak diberi informasi lagi terkait pelaksanaan kegiatan tersebut. Karena itu kami memutuskan untuk tidak meneruskan pendampingan lagi," tandasnya.