Peneliti Universitas Jember Temukan Tiga Varietas Tebu Hasil Rekayasa Genetika Untuk Swasembada Gula Indonesia dan Dunia

Direktur  Center for Development of Advanced Science and Technology Universitas Jember, Prof.Bambang Sugiharto/RMOLJatim
Direktur  Center for Development of Advanced Science and Technology Universitas Jember, Prof.Bambang Sugiharto/RMOLJatim

Upaya pengembangan bibit unggul berkualitas, berangkat dari beberapa persoalan yang dihadapi petani tebu, baik karena cuaca, letak atau ketinggian lahan dan Produktivitas tanaman tebu. Selain itu juga adanya serangan penyakit, yang secara masif di daerah central perkebunan tebu di Jawa Timur dan Jawa barat. 


Berangkat dari persoalan tersebut, Universitas Jember (Unej) hadir untuk memberikan solusi dan menjawab keresahan para pemilik usaha perkebunan tebu. 

Karena itu, para ilmuwan Unej berinovasi untuk merakit bibit unggul melalui pengembangan produk rekayasa genetika (PRG) menggunakan bioteknologi pertanian dan berhasil mengembangkan 3 varitas tebu dengan memanfaatkan bioteknologi pertanian. 

"Ketiga varietas tebu tersebut, adalah varietas tebu tahan atau toleran kekeringan, varietas tebu rendemen tinggi dan varitas SCMV (Sugar Cane Mosaic Virus) atau varitas tebu tahan penyakit mosaik," ujar Direktur  Center for Development of Advanced Science and Technology ( CDAST) Universitas Jember, Prof. Bambang Sugiharto, kepada Kantor Berita RMOLJatim, Rabu (31/3).

Dia juga menjelaskan, merakit bibit unggul dengan PRG melalui bioteknologi pertanian bertujuan untuk mendapatkan varitas tebu terbaik dalam waktu cepat. Sebab, rekayasa genetika ini dinilai mampu mengembangkan bibit varietas baru, yang unggul dalam waktu 2 tahun hingga 3 tahun.

"Sedangkan jika menggunakan tehnik persilangan butuh lama, paling cepat 17 tahun, baru dapat bibit tebunya dan biaya lebih banyak," jelas pakar bioteknologi molekuler ini.  

Dari penelitian yang direncanakan selama 3 tahun, para ilmuwan Unej berhasil mendapatkan prototipe tebu tahan kering, pada percobaan tahun ke 2. 

Untuk itu, terobosan PRG diyakini bakal mampu meningkatkan produksi tanaman tebu sehingga menghasilkan produksi gula tinggi alias bisa mencapai swasembada gula. 

"Ada PRG yang sudah dilepas PTPN XI yakni PRG yang toleran terhadap kekeringan dan potensi peningkatan produksinya bisa sekitar 30%," terangnya.

Untuk varietas tahan kekeringan tersebut, lanjut Prof Bambang, diberi nama  N11-4T, hasil kerjasama Unej dengan PTPN XI. 

Saat ini, tebu PRG N11-4T tersebut sudah memiliki sertifikasi keamanan lingkungan dan sertifikasi keamanan pangan dan keamanan pakan, serta telah dibudidayakan oleh PTPN 11.

Sukses peluncuran Tebu PRG N11 ini, Prof Bambang terus berinovasi untuk mencari terobosan, seiring perkembangan teknologi yang bertujuan meningkatkan swasembada gula nasional. 

Sedangkan pada temuan Tebu PRG kedua, Prof Bambang memanfaatkan bioteknologi pertanian dan berhasil menemukan prototipe baru, yakni varietas tebu rendemen tinggi.

Temuan ini, merupakan hasil transformasi genetik dua gen, yaitu gen untuk sintesis sukrosa dan gen untuk translokasi sukrosa. 

Saat ini, konstruk gen sintesis sukrosa dan gen translokasi sukrosa telah diselesaikan dan telah diuji coba transformasinya dalam tanaman model tomat. 

Overekspresi (transformasi) dua gen tersebut dapat meningkatkan kandungan sukrosa dan sekaligus produksi buat tomat transgenik. 

Mengacu keberhasilan pada tanaman tomat, overekspresi dua gen itu pada tebu, diharapkan dapat meningkatkan kandungan sukrosa dan sekaligus produksi gula tebu. 

Hasil penelitian yang diperoleh sampai tahun ke dua adalah telah berhasil didapatkan prototype tanaman tebu PRG  rendemen tinggi melalui. 

"Namun untuk temuan yang kedua ini, masih dalam pengajuan sertifikasi keamanan lingkungan dan sertifikasi keamanan pangan dan keamanan pakan sedang tahap proses pengajuan," kata Dosen Fakultas MIPA Unej ini.

Meski sudah dilakukan uji coba lapang dibeberapa tempat di Jember dan Lumajang serta Situbondo, namun penelitian terus dilakukan, menyusul survei lapangan, karena survei sejumlah wilayah Jawa Timur dan Jawa barat, mayoritas tanaman tebu, diwilayah tersebut, terserang virus mosaik. 

Hal ini ditandai dengan bercak-bercak kuning pada daun tebu. Penyakit ini tentu menggangu produktivitas tebu antara 30 hingga 50 persen.

"Serangan virus ini, tidak membuat pohon mati, hanya produktivitasnya. Hasil survei di wilayah Jember, Bondowoso dan Situbondo, produksi gula turun hingga 30 persen, sedangkan di India turun hingga 50 persen," bebernya.

Seeangan virus tersebut dianggap mengganggu laju fotosintesis pada tanaman. Karena itu, pihaknya terus bekerja keras sehingga berhasil mengembangkan prototipe baru tebu SCMP (Sugar Cane Mosaic Virus) atau varietas tebu tahan penyakit mosaik. Namun untuk temuan yang ketiga ini,  masih dalam uji Coba laboratorium.

"Prototipe tebunya, masih dalam rumah kaca lantai 9 gedung CDAST (Center for Development of Advanced Science and Technology) Universitas Jember," tambah Prof Bambang. 

Sementara untuk prototipe SCMV, Prof Bambang mengaku belum dilakukan study lapang, karena harus ada ijin dari kementerian lingkungan hidup. 

"Masih belum ada penelitian lapang karena tanaman produk rekayasa genetika (PRG) kalo mau uji lapang harus mendapatkan ijin dari Kementerian Ling Hidup (KLH)," ujarnya.

Dia juga menjelaskan, proses sertifikasi PRG membutuhkan waktu yang cukup lama. Setiap varietas membutuhkan tiga sertifikasi sebelum dilepas atau dikomersilkan  Diantaranya sertifikasi keamanan lingkungan yang proses pengurusan izin dan sertifikasinya butuh waktu sekitar 3 tahun, lalu sertifikasi keamanan pangan butuh waktu sekitar 1-2 tahun, dan keamanan pakan 1-2 tahun.

"Yang ketiga belum diajukan, karena harus menunggu selesainya proses sertifikasi tebu PRG yang kedua," pungkasnya.

Diketahui, temuan Profesor bidang bioteknologi molekuler ini, tentang varietas tanaman tebu yang tahan kekeringan dan mendapatkan pengakuan internasional. 

Penemuan tebu transgenik ini banyak dilirik oleh peneliti dari berbagai belahan dunia. Diantaranya, Jepang, Brazil, Inggis dan Korea. Negara-negara tersebut datang ke Indonesia hanya ingin melihat perkembangan tebu transgenik Universitas Jember.