Ketum Fatayat NU: Perempuan Harus Asah Kemampuan Adaptasi Hadapi Tantangan Masa Kini

Ketua Umum Fatayat NU, Anggia Erma Rini/Net
Ketua Umum Fatayat NU, Anggia Erma Rini/Net

Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi perempuan akan terus istiqomah dan selalu berkhidmah untuk kebaikan dan kemajuan kaum perempuan di Indonesia di era perkembangan masa kini.


Begitu dikatakan Ketua Umum Fatayat NU, Anggia Erma Rini dalam peringatan hari lahir Fatayat NU yang tahun ini mengangkat tema "Adaptasi Tantangan Masa Kini Untuk Ketahanan Perempuan".

"Kemampuan adaptasi kita dihadapkan pada kenyataan bahwa tantangan masa kini telah menghadirkan banyak perubahan di berbagai sektor," ujar Anggia dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (24/4).

"Guncangan akibat pandemi telah menyentuh berbagai sisi kehidupan manusia, mulai dari sektor ekonomi, pendidikan, transportasi, dan berbagai sektor lainnya. Di sinilah kemampuan beradaptasi kita diuji," imbuhnya.

Anggia mengatakan, di masa kini setidaknya ada empat tantangan nyata yang sedang dihadapi bersama. Yakni, revolusi teknologi, generasi baru, revolusi ekonomi, dan revolusi sosial.

Pertama, revolusi teknologi. Kata dia, sejumlah contoh kini ada di depan mata, mulai dari perkembangan artificial intelligence (kecerdasan buatan), akselerasi teknologi informasi, big data, pembiayaan digital, machine learning, criptocurrency, dan teknologi lain yang tengah berkembang.

"Kecerdasan buatan telah menjadi salah satu tren teknologi baru karena efeknya yang menonjol pada cara kita hidup dan bekerja dengan gaya baru. Jika dapat dimanfaatkan secara positif, maka kecerdasan buatan dapat membantu aktivitas keseharian kita," katanya.

Tantangan kedua adalah generasi baru atau generasi Z, yakni generasi yang lahir pada rentang 1997-2012. Ini adalah generasi pasca milenial (kelahiran 1981-1996) yang menjadi tantangan tersendiri bagi kita sebagai orang tua perempuan.

"Ciri-ciri generasi Z adalah kebebasan, integritas, kolaborasi, hiburan, dan kecepatan. Generasi ini cenderung menyukai kebebasan dan enggan diatur atau ditekan. Mendidik dan membimbing mereka butuh seni tersendiri karena lingkungannya sudah jauh berbeda dibanding masa kecil kita dulu," terangnya.

Ketiga, revolusi sosial. Dikatakan Anggia yang juga Wakil Ketua Komisi IV DPR RI ini, contoh paling mudah tantangan revolusi sosial adalah bahwa sekitar 93 persen keputusan konsumen untuk membeli dipengaruhi oleh sosmed atau dunia maya.

Kemudian, satu dari tiga pernikahan dimulai dari hubungan secara daring. Artinya, ini merupakan pergeseran cara bersosialisasi manusia.

Sedangkan tantangan keempat, adalah revolusi ekonomi yang kini bergerak ke bidang bisnis website.

"Zaman dulu kita berada pada era industri, kemudian menjadi perusahaan yang memperluas jaringannya menjadi multinasional, dan sekarang bisnis web dan memiliki kerjasama secara missal," tuturnya.

Bagaimana kesiapan perempuan menghadapi itu semua? Anggia menekankan bahwa kunci menghadapi semua tantangan itu ada pada kemampuan adaptasi.

"Artinya, kita harus mulai melakukan perubahan dengan kreativitas dan kegigihan agar sikap, perilaku, karakter, dan aktivitas kita relevan dengan perubahan yang terjadi," jelasnya.

"Untuk menciptakan ketahanan perempuan, modal kompetensi SDM kita miliki agar mampu survive dan adaptif terhadap tantangan-tantangan masa kini," demikian Anggia.