Merasa Dizholimi, Warga Surat Ijo Demo DPRD Kota Surabaya

KPSIS menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Kota Surabaya/RMOLJatim
KPSIS menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Kota Surabaya/RMOLJatim

Warga pemilik tanah surat ijo yang tergabung dalam Komunitas Pejuang Surat Ijo Surabaya (KPSIS) kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Kota Surabaya.


Aksi kali ini, KPSIS mendesak anggota DPRD Surabaya agar segera membatalkan pengesahan Raperda Pengelolaan Aset Kekayaan Daerah Kota Surabaya, yang direncanakan akan disahkan, Senin (17/5).

Pasalnya didalam Raperda tersebut ada pasal yang berbunyi, bahwa siapa yang tidak membayar retribusi maka akan dipidanakan.

“Silahkan media cek sendiri pasalnya. Jadi kami ini ditelikung, pengesahan Raperda Pengelolaan Aset Kekayaan Daerah Surabaya mengapa masih dimasa situasi libur hari raya lebaran. Ini kan sama saja seperti pengesahan Omnibus Law yang disahkan saat waktu dinihari. Ini jelas bentuk arogansi anggota dewan yang terhormat di Surabaya,” kata Ketua Umum KPSIS, Haryono dikutip Kantor Berita RMOLJatim, disela-sela aksi unjuk rasanya di depan gedung DPRD Surabaya, Senin (17/5).

Haryono juga merasa kesal dengan sikap para wakil rakyat di Surabaya ini yang terkesan tak memihaknya.

Berbagai argumentasi saat hearing di Komisi B DPRD Surabaya ternyata tak pernah digubris.

Bahkan condong berpihak kepada Pemkot Surabaya padahal selama ini yang menjadikan mereka bekerja sebagai legislatif ini berasal dari suara warga yang memilihnya.

“Jadi kami merasa di dzholimi untuk itu kami menolak pengesahan Raperda Retribusi Kekayaan Aset Daerah, jika tidak kami akan terus demo di gedung DPRD Kota Surabaya. Jika Raperda ini disahkan maka penjara akan dipenuhi oleh pejuang-pejuang surat ijo Surabaya," ancam Haryono.

Tak hanya Haryono, kekesalan juga diluapkan Satryo, Waketum KPSIS. Menurutnya, ada beberapa tuntutan dari aksi demo di gedung DPRD Kota Surabaya yaitu, bahwa Raperda ini tidak disahkan, terutama soal retribusi ijin pemakaian tanah karena itu kepentingan warga surat ijo.

Sebab, kata Satryo, di dalam pasal tersebut disebutkan, apabila warga surat ijo memiliki tunggakan retribusi maka diwajibkan membayar denda tiga kali lipat. 

"Misalnya, rumah saya retribusinya Rp16 juta per tahun dan sejak tahun 2003 tidak pernah bayar jadi hampir 19 tahun. Kami buat rata misalnya Rp10 juta dikali 19 tahun, jadi kami warga surat ijo harus membayar Rp190 juta dikali tiga kali lipat, jadi Rp570 juta, duit dari mana kami ini," ungkapnya.

"Jika kami tidak membayar retribusi maka akan dipenjara, ini sangat mengkhawatirkan dan kami nilai Raperda Retribusi Kekayaan Daerah merupakan Raperda yang sangat Represif," pungkasnya.