Sri Mulyani Disarankan Cetak Uang Ketimbang Pro-Dollar

Mardigu Wowiek Prasantyo/Repro
Mardigu Wowiek Prasantyo/Repro

Pengusaha nasional, Mardigu Wowiek Prasantyo mengatakan mengelola keuangan negara dalam kondisi normal akan sangat berbeda dengan ketika menghadapi kondisi krisis. 


Hal itu disampaikan Mardigu dalam webinar "Dinamika Ekonomi dan Keuangan Global, Dampak Terhadap Ekonomi Bangsa dan Ummat: Apa Solusinya?" yang digagas ITB Ahmad Dahlan, Jumat (28/5). 

Mardigu mengatakan, realitas pengelolaan keuangan Indonesia oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam kondisi normal harus diakui sangat bagus. 

"Saya mulai mengkritik kebijakan Menteri Keuangan, mulai dari tahun 2016, 2017. Saya melihat kebijakan yang dia buat, kebijakan fiskal, kebijakan pajak, di kondisi normal itu bagus," ujar Mardigu. 

Tetapi, lanjutnya, langkah Sri Mulyani harus dikritik saat kondisi kekinian, di masa perang dagang. 

"Tapi dalam kondisi war atau trade war di zamannya itu, policy harusnya tidak bisa defence tapi harus offense," imbuhnya. 

Sehingga Mardigu pun tanpa ragu menyarankan Sri Mulyani memakai kebijakan printing money atau cetak uang untuk benar-benar membangun ekonomi nasional tanpa bergantung pada dollar. 

"Offence itu dengan printing money. Kenapa Indonesia justru membangun prodollar gitu? Kenapa enggak berbasis printing money?" katanya. 

Mardigu mengakui bahwa sosialisasi printing money sudah dia sampaikan sejak 2016. Walaupun, usulannya itu banjir kritik karena dianggap akan menimbulkan inflasi di luar kendali. 

"Tahun 2016 dan 2017 saya mempromosikan printing money, tapi mereka yang akademisi bilang bisa inflasi, bener kalau ekonomi at normal condition,“ pungkasnya seperti dimuat Kantor Berita Politik RMOL.