LAKSI: 51 Pegawai KPK Layak Dipecat Karena Melawan Pimpinan

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)/RMOL
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)/RMOL

Lembaga Advokasi Kajian Strategis Indonesia (LAKSI) menyatakan 51 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi yang tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) layak dipecat karena secara terang-terangan melawan pimpinan dan reaksioner.


"Ke-51 orang pegawai yang gagal TWK ini bersikap melawan keputusan pimpinan KPK. Mereka melawan keputusan pimpinan KPK sebagai pejabat negara jelas dapat disimpulkan sebagai langkah subordinasi terhadap kekuasaan pemerintah yang sah," ujar Ketua LAKSI, Azmi Hidzaqi, seperti diberitakan Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (30/5).

Karena itu, LAKSI menolak upaya penggiringan opini yang melemahkan pimpinan KPK tersebut.

TWK adalah metode tepat dan benar yang digunakan untuk melegalkan mekanisme alih status pegawai KPK menjadi ASN. Hasilnya, sebagian besar pegawai KPK lolos dan sebagian kecil dinyatakan tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi ASN.

"Miris apabila mereka yang mengaku WNI menolak TWK serta tidak menerima hasilnya, sedangkan TWK menjadi bagian jati diri sebagai anak bangsa Indonesia dalam membangun pondasi bangsa, Pancasila, dan NKRI," tutur Azmi.

Dia menyebutkan, ke-51 eks pegawai KPK ini mengikuti perkembangan sejak awal dengan melakukan penolakan revisi UU KPK 2019 sampai dengan TWK, termasuk menunda pelantikan bagi mereka yang telah lulus.

"Ini semakin jelas dan terbuka bahwa mereka telah dengan sengaja dan mendesain untuk menggagalkan kebijakan proses legislasi (revisi UU KPK). Maka dapat disimpulkan bahwa saat ini mekanisme TWK tepat untuk melakukan pembenahan dan penataan di dalam tubuh KPK," katanya.

Azmi menyatakan jelas motivasi sejak awal dari mereka menginginkan agar KPK menjadi lembaga yang independen, bukan hanya dalam proses penyelidikan, dan tuntutan peradilan saja, akan tetapi independen di luar rumpun eksekutif.

"Inilah yang menjadi permasalahannya, maka yang terjadi selama ini adalah KPK semakin sulit dikontrol dan terkesan adidaya dalam melakukan pemberantasan korupsi walaupun harus berlawanan dengan NKRI," ujarnya.

Azmi menambahkan, seharusnya 51 pegawai KPK ini dapat mengikuti aturan untuk menjadi ASN. Bila keberatan dipersilakan menggunakan mekanisme hukum dan gugat ke peradilan TUN.

"Mereka kan paham hukum, jadi penyelesaiannya dengan cara hukum, bukan malah melakukan propaganda di media sosial dan membuat kegaduhan. Jangan sampai negara kalah dalam menghadapi kelompok yang sulit diatur sesuai dengan UU," tutupnya.