Pengumuman Arab Saudi Tidak Gugurkan Tuntutan Publik Untuk Audit Investigasi

Ibadah di Masjidil Haram/Net
Ibadah di Masjidil Haram/Net

AKHIRNYA, otoritas Saudi Arabia secara resmi mengumumkan keputusan bahwa skema haji 1442 H/2021 hanya untuk warga negara Saudi dan warga asing yang saat ini tinggal di sana. Sebagaimana dilansir Arab News, Sabtu (12/6/2021), Kementerian Kesehatan serta Kementerian Haji dan Umrah mengumumkan pada Sabtu (12/6) ini bahwa total hanya 60.000 jemaah yang akan diizinkan untuk melakukan ibadah haji tahun ini.

Keputusan ini tentu saja menyudahi polemik tentang pembatalan haji secara sepihak yang diumumkan Kemenag. Mengingat, penyelenggaraan ibadah haji memang harus merujuk pada keputusan otoritas Saudi Arabia selaku pihak yang melayani Jamaah haji di Mekkah.

Hanya saja, keputusan Saudi Arabia ini tidak dapat menegasikan tuntutan publik yang menuntut untuk dilakukan audit investigasi, baik dalam soal kinerja terlebih lagi dalam soal keuangan. Keputusan Saudi Arabia tidak boleh dijadikan dalih bahwa dana haji aman, kinerja penyelenggaraan haji tidak ada masalah.

Fakta adanya pengumuman pembatalan sepihak oleh Kementerian Agama RI tanpa menunggu keputusan resmi dari Saudi Arabia, menunjukkan ada kinerja yang bermasalah. Seolah, terkandung motif adanya keinginan pemerintah untuk membatalkan penyelenggaraan ibadah haji.

Dalam diskusi bersama Chanel Dakwah Giri (6/12), penulis kemukakan kembali urgensi dilakukannya audit investigasi terhadap penyelenggaraan ibadah haji baik dalam hal kinerja maupun keuangan. Sejumlah pernyataan dan klarifikasi yang dilakukan pemerintah tidak memupus keraguan dan ketidakpercayaan publik.

Problem utamanya adalah ketidakpercayaan rakyat kepada pemerintah (distrust). Ketidakpercayaan ini, bukan tanpa sebab. Banyak fakta-fakta terindera yang justru tidak sejalan dengan statement pemerintah.

DR. Rizal Ramli misalnya, mengungkapkan fakta APBN yang tidak aman. Sehingga, bagaimana mungkin ada kepercayaan terhadap statement dana haji aman, sementara APBN tidak aman ?

Rizal Ramli mengingatkan bahwa Presiden Joko Widodo pernah lantang mengatakan tidak masalah dana haji dipakai untuk infrastruktur, asalkan aman. Sejalan itu, Wakil Presiden Maruf Amin juga pernah menyampaikan bahwa dana haji telah terpakai sebanyak Rp 35 triliun dana haji dipakai untuk infrastruktur.

Menurutnya, dana haji bisa diinvestasikan dalam sukuk atau surat utang negara. Sukuk ini kemudian masuk dalam APBN. Rizal Ramli mengingatkan bahwa dalam 5 tahun terakhir primary balance atau keseimbangan primer selalu negatif. Artinya selisih dari total pendapatan negara dikurangi belanja negara negatif.

Persoalan ketidakpercayaan publik kepada pemerintah, semestinya dijawab dengan audit investigasi sebagaimana dikehendaki. Mengingat, hasil audit juga penting untuk memperbaiki kinerja penyelenggaraan ibadah haji kedepan.

Terlepas ada masalah atau tidak, sebenarnya tak ada alasan bagi pemerintah untuk menolak audit investigasi. Bahkan, penolakan Audit Investigasi justru menimbulkan banyak praduga dan memperbesar ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah.

Bukankah tidak keliru, logika yang menyebut pemerintah bermasalah karena tidak mau diaudit investigasi ? Atau, lebih jauh ungkapan yang menyatakan kalau tidak korupsi kenapa tidak mau di investigasi ?

Sekali lagi, penyelenggaraan haji bukan an sih soal management dan keuangan. Tetapi haji adalah ibadah sakral yang menuntut Negara maksimal dalam menunaikan kewajibannya agar hak calon ibadah jamaah haji yang terbengkalai.

Untuk menentramkan hati publik khususnya calon jamaah haji, sebaiknya pemerintah jangan menutup diri agar segera melakukan audit investigasi. Atau kalau pemerintah berani, kembalikan dulu semua uang jama'ah haji tanpa embel-embel ancaman batal haji, untuk membuktikan dana haji aman (ada).

Ahmad Khozinudin, S.H.

Advokat dan aktivis gerakan Islam