DPRD Bakal Panggil Dinsos Kabupaten Malang Soal Dana Bansos Penanganan Covid-19 di Temuan BPK

Ketua DPRD Kabupaten Malang, Darmadi/ RMOLJatim
Ketua DPRD Kabupaten Malang, Darmadi/ RMOLJatim

DPRD bakal memanggil Dinas Sosial (Dinsos) Pemkab Malang terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada anggaran penanganan Covid-19 untuk bantuan sosial (Bansos) di anggaran tahun 2020. Yang mana terdapat ketidaksesuaian seperti yang tertuang dilaporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2021.


"Nanti DPRD melalui komisi yang membidangi kegiatan tersebut, akan melakukan pemanggilan terhadap Dinsos untuk mengklarifikasinya. Karena soal ini sudah ada di beberapa media, dan sudah jadi pertanyaan di beberapa kalangan masyarakat. Pada prinsipnya, kami sebagai DPRD, jika ada temuan seperti itu, apa yang menjadi rekomendasi dari BPK harus kami laksanakan. Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan," ungkap Ketua DPRD Kabupaten Malang, Darmadi, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Kamis (26/8).

Darmadi menegaskan, bahwa rencana pemanggilan terhadap Dinsos segera dilaksanakan dalam waktu dekat, agar semuanya tidak berlarut-larut.

"Hingga saat ini DPRD Kabupaten Malang belum mendapatkan salinan LHP BPK tahun 2021 yang di dalamnya berisi temuan tersebut. Sedangkan, untuk LHP tentang APBD kami sudah terima salinanannya. Kami akan meminta pendalaman lebih jauh, baik ke OPD nya atau ke Inspektorat tentang itu," tandas Darmadi.

Sementara itu Ketua DPRD Kabupaten Malang, Zia Ulhag mengatakan, sudah sepantasnya DPRD Kabupaten Malang akan memanggil Dinsos dalam hal tersebut. Apalagi dalam waktu dekat juga akan memasuki proses pembahasan Perubahan Anggaran Keuangan (PAK). 

"Bentar lagi, masuk pembahasan PAK dan APBD 2022. Secara otomatis Dinsos akan dipanggil melalui komisi yang bermitra kerja dengan Dinsos. Kalau mereka gak sanggup ya kan ngapain kita kasih anggaran. Kemungkinan dalam waktu dekat," jelas pria yang juga menjabat anggota Banggar DPRD Kabupaten Malang ini.

Lebih lanjut, zia yang merupakan mantan anggota anti korupsi MCW tersebut memaparkan, seharusnya organisasi perangkat daerah (OPD) di Kabupaten Malang termasuk Dinsos, bisa belajar dari pengalaman yang sudah-sudah. Apalagi jika temuan yang dimaksud masih berkaitan dengan administrasi. 

"Berkenaan dengan temuan-temuan itu kan sebenarnya tidak yang pertama. Sebelum-sebelumnya kan temuan-temuan itu kan juga dialami. Dan, kalau Dinsos mengulangi temuan-temuan itu, ini berarti kan lemahnya di administrasi," tegasnya.

Masih kata Zia, mengenai Bansos bukanlah menjadi baru bagi lembaga pemerintah seperti Dinsos. Maka dari itu, ia menilai bahwa jika soal bansos kembali menjadi temuan adalah sebuah kecerobohan bagi OPD yang bersangkutan. 

"Bansos ini kan bukan hal yang baru di Dinsos. Ketika ada temuan itu berarti kecerobohan bagi Dinsos," tukasnya.

Tak hanya itu, Zia juga menyayangkan hal tersebut, karena hal ini terjadi  di situasi Pandemi Covid-19, yang mana Dinas Sosial sebagai garda terdepan.

Sekedar informasi, berdasarkan catatan BPK, dalam buku Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang dikeluarkannya pada tahun 2021, bahwa Pemerintah Kabupaten Malang dalam rangka penanganan dampak sosial akibat penyebaran pandemi Covid-19 dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Timur (Jatim) mengadakan kerjasama belanja tak terduga (BTT).

Yang mana, kerjasama itu BPBD Provinsi Jatim memberikan bantuan senilai Rp 30 miliar yang diperuntukkan bagi masyarakat di wilayah Kabupaten Malang yang terdampak pandemi Covid-19. Pencairannya pun, dilakukan secara bertahap setiap bulan berturut-turut  sebesar Rp 10 miliar untuk 50.000 Kepala Keluarga (KK) yang berupa bantuan bahan pangan yaitu beras, telur, dan minyak goreng.

Dalam pelaksanaan penyaluran bantuan, Pemkab Malang mempunyai kewajiban untuk melaksanakan pengadaan barang bahan pangan dan menanggung biaya distribusi  dan pengemasan, serta biaya operasional dalam program jaring pengaman sosial (JPS) tersebut.

Menindaklanjuti pelaksaannya, Bupati Malang menunjuk Dinas Sosial untuk melaksanakan atau mengelolah bantuan itu. Dan Dinas Sosial mengusulkan rencana kebutuhan biaya (RKB) sebesar Rp 862.500.000 sebanyak tiga tahap, sebagai biaya pengemasan dan distribusi.

Hasil Pemeriksaan BPK menyebutkan, bahwa berdasarkan konfirmasi kepada bendahara pengeluaran dan PPKom Dinsos terdapat selisih lebih pembayaran tersebut tidak didukung dengan dasar pengeluaran yang sah.