Menebar Citra Berharap Utang

Ilustrasi: Nature.
Ilustrasi: Nature.

BENARKAH pemerintah masih banyak uang? Saya rasa tidak benar. Kantong pemerintah saat ini kempes. Uang negara habis tersedot lubang hitam Covid-19. Belanja negara tidak bisa menjadi tenaga pengerak ekonomi, namun hilang lenyap tersedot lubang hitam.

Mau bukti? Listrik. Sebanyak 50-75 persen listrik PLN tidak terjual. Padahal PLN membeli listrik itu dari pembangkit swasta. Ini artinya ekonomi dan industri tinggal 25-30 persen yang beroperasi. Selebihnya gulung tikar. Siapa yang bayar pajak.

Contoh lain penjualan BBM pertamina turun 25-30 persen. Berarti ekonomi tidak bergerak. Siapa yang bisa bayar pajak di era semacam ini? Tapi kok pemerintah masih tampil gagah dan banyak uang? Ya benar ini masih sama dengan dulu mencitrakan diri gagah dan banyak uang, tapi sebetulnya kering kerontang.

Semua yang tampak baru baru ini adalah usaha pencitraan, komunikasi bukan dengan rakyat tapi dengan yang punya uang di internasional. Bagaimana pencitraan itu?

Contoh, pemerintah mengesankan masih banyak piutang, atau uang pemerintah di tangan orang. Ini lewat aksi satgas BLBI. Pemerintah menggunakan jurus perdata untuk menarik piutang BLBI, faktanya masalah uang BLBI itu tidak bisa diselamatkan melalui perdata, karena itu semua adalah kasus pidana.

Pembebasan Syamsul Nursalim atas dugaan kasus korupsi merupakan komunikasi bahwa investor pemilik uang BLBI silakan masuk. Faktanya tak ada uang BLBI yang mau kembali ke Indonesia. Syamsul Nursalim mau ditukar guling. Mau ditangkap interpol?

Pemerintah juga mengundang pimpinan partai koalisi untuk memuji-muji Presiden Joko Widodo. Ini adalah komunikasi kepada internasional bahwa presiden Jokowi masih memiliki legitimasi, masih layak memimpin, sehingga masih layak mendapatkan utang atau pinjaman. Faktanya tidak ada pihak asing bilateral dan multilateral yang memberikan pinjaman.

Wacana pemerintah dan DPR mengamandemen UUD 1945 membuka perdebatan soal presiden 3 periode atau juga perdebatan perpanjangan masa jabatan presiden. Semua ini tampaknya untuk mengesankan bahwa pemerintah ini masih didukung rakyat dan pemerintah sedang merencana  kelanjutan dari proyek proyek yang ada karena pemerintah didukung rakyat.

Faktanya tidak ada yang bisa berbohong di era digitalisasi. Big data sebenarnya tahu persis kapan pemerintah ini akan tumbang karena kehabisan uang. Semua pencitraan yang dilakukan pemerintah bukan komunikasi kepada rakyat. Buat apa komunikasi dengan rakyat, presiden yang sekarang tidak memerlukan citra untuk memenangkan pemilu.

Yang dilakukan pemerintah adalah membangun komunikasi dengan pihak internasional. Sehingga pemerintah layak mendapatkan utang karena pemerintah punya banyak piutang, aset, sumber daya dan secara politik masih layak diutangi oleh bandar internasional.

Utang buat apa? Pemerintah utang buat makan, rakyat utang buat makan, swasta utang buat makan, tidak ada yang utang buat usaha produktif. Ini adalah utang yang tidak akan pernah dibayar. Sri mulyani bahkan minta rakyat rajin bayar pajak supaya negara bisa bayar utang.

Penulis adalah peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia.