KPK Catat 99 Persen Instansi di Indonesia Masih Ada Calo dan Gratifikasi

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata/RMOL
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata/RMOL

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan lebih dari 90 persen institusi kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah masih ditemukan calo dan penerimaan gratifikasi.


Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata dari hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2019 di acara Webinar SPI 2021 bertajuk "Seberapa Tinggi Tingkat Korupsi di Tempatmu?" yang diselenggarakan KPK, Kamis sore (14/10).

Dari SPI 2019, sebanyak 127 instansi dari 27 kementerian lembaga dan 100 Pemda. Hasilnya, 84 kementerian lembaga pemerintah daerah itu berada pada tingkat korupsi rendah. Sedangkan 43 lainnya berada dalam kategori sedang.

Selanjutnya, keberadaan calo untuk pelayanan publik ditemukan 99 persen instansi. Artinya, hampir seluruh instansi di Indonesia ditemukan adanya keberadaan calo.

"Jadi hampir 125 instansi yang disurvei masih ada calo dalam pelayanan publik, meski hasilnya tingkat korupsinya rendah, padahal 99 persen itu ditemukan ada calo," kata Alexander Marwata.

Soal penerimaan gratifikasi pada pelayanan publik, pihaknya menemukan terjadi pada 91 persen instansi.

"Ini juga masih tinggi. Artinya pelayanan publik masih ditemukan pegawai-pegawai atau pejabat yang menerima imbalan atau sesuatu yang sifatnya itu gratifikasi, ucapan terima kasih atau apapun," jelas Alex.

Selanjutnya adalah, penyelewengan anggara ditemukan di 76 instansi yang juga dianggap masih tinggi oleh KPK.

"Fakta adanya suap dalam lelang jabatan ditemukan pada 63 persen instansi. Ini juga menjadi perhatian KPK di beberapa kegiatan OTT menyangkut jual beli jabatan. Dan ini terkonfirmasi dari hasil SPI tahun 2019 yang menunjukkan 63 persen instansi itu faktanya ada suap dalam pengisian jabatan," terang Alex.

Selain itu, sambung Alex, satu dari lima pegawai menyatakan bahwa terdakwa nepotisme dalam penerimaan pegawai.

"Ini menjadi hal-hal yang perlu menjadi perhatian bapak ibu sekalian selaku pemimpin lembaga dan buat peserta," pungkas Alex sebagaimana dimuat Kantor Berita Politik RMOL.

SPI sudah dimulai sejak 2016 dan berjalan hingga saat ini. Pada 2020 kemarin, rencana SPI yang dilakukan seluruh kementerian, lembaga dan pemerintah daerah tidak sesuai dengan rencana karena gangguan pandemi Covid-19.

SPI bertujuan mengukur tingkat integritas dan tingkat korupsi di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah yang melibatkan masyarakat dan pegawai di setiap instansi, meliputi pengadaan barang dan jasa, jual beli jabatan, layanan publik seperti perizinan, anggaran fiktif dan sebagainya.