Gojek Versus Pertamina

 Ilustrasi: eksplorasi.
Ilustrasi: eksplorasi.

ADA dua kejadian penting di tahun ini, di era digitalisasi. Yakni aksi dua perusahaan raksasa di Tanah Air, yaitu aksi Gojek dan aksi Pertamina, yang satu menggabungkan diri dalam holding, yang satu lagi memisahkan diri menjadi sub holding.

Gojek melakukan merger, penggabungan, akusisi terhadap tokopedia, dalam rangka memperkuat rantai suplainya. Penggabungan ini diperkirakan akan memiliki nilai valuasi pasar USD 40 miliar atau sekitar Rp 600 triliun. Gojek akan memiliki 52 persen saham, sementara tokopedia akan memiliki 48 persen saham. Gojek dan Tokopedia membentuk Go To sebagai holdingnya.

Kedua perusahaan ini setelah menjadi Go To akan menjadi salah satu raksasa tehnologi yang terbesar di dunia dengan nilai pasar 200 juta pengguna seluler di Indonesia. Untuk menopang ini perusahaan BUMN telekomonikasi Indonesia Telkomsel menyuntik dana dua kali dalam dua tahun terakhir senilai Rp 6,4 triliun.

Konon penggabungan ini sangat diidamkan oleh presiden untuk mengangkat nama Indonesia. Memang kebetulan pemilik Gojek adalah salah satu menteri pemegang anggaran APBN  terbesar. Jika merger ini berhasil mungkin Gojek bisa segera untung karena selama bertahun tahun merugi.

Berbeda dengan Gojek, BUMN Pertamina perusahaan penghasil dan  penjual BBM terbesar di Tanah Air, melakukan aksi sub holding. Perusahaan dipecah pecah termasuk lini distribusi dan transportas semuanya. Anak anak perusahaan  termasuk dalam lini distribusi akan menjadi sub holding, selanjutnya di IPO sendiri sendiri pasar. Anak anak perusahaan pertamina ini diharapkan laku dijjual secara ketengan melalui strategi sub holding ini.

Berbeda dengan Gojek bisa dapat uang dari Telkom melalui Telkomsel untuk menopang aksi korporasi, Pertamina telah mengambil utang sangat besar untuk membangun anak anak perusahaan yang selanjutnya di sub holding tersebut. Utang pertamina sekarang sekitar Rp 600 triliun; hampir separuhnya berasal dari global bond yang meningkat hampir 100 persen di era direktur yang baru, Nicke Widyawati.

Sebagaimana dikatakan Erick Tohir Menteri BUMN, Aksi jual ketengan anak anak perusahaan Pertamina diharapkan akan menghasilkan valuasi hingga mencapai USD 100 miliar atau bertambah USD 30 miliar dari nilai Pertamina sekarang. Nilai paling besar akan datang dari penjualan saham sub holding hulu, sub holding kilang dan sub holding perkapalan yang baru saja melakukan pembelian kapal besar-besaran. Walaupun tahun tahun terakhir lini tersebut mengalami pendarahan akibat pelemahan ekonomi. Tiga kilang pertamina mengalami kebakaran beruntun dan menelan korban ribuan orang diungsikan.

Aksi korporasi Pertamina ini diharapkan akan memulihkan kembali kinerja Pertamina sebagai perusahaan penjual BBM terbesar di tanah air. Walaupun sejak tahun 2018 -2020 penjualan BBM Pertamina terus merosot. Sektor penjualan BBM merupakan satu satunya andalan Pertamina karena lini lainamya memgalami kerugian berdarah darah akibat Covid-19 dan pelemahan ekonomi.

Kalau Holding Gojek berhasil maka pasar Indonesia akan kedatangan pemain baru yang menandingi perusahaan rokok yang selama ini mendominasi pasar Indonesia. Kalau jual ketengan anak perusahaan Pertamina berhasil maka akan ada saingan anak anak perusahaan Pertamina akan menjadi pesaing utama Saudi Aramco bertahun tahun IPO di pasar namun belum membawa hasil sama sekali akibat merosotnya harga minyak.

Penulis adalah peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia.