Ketua DPD RI: Sejak Amandemen, Kita Seolah Melepaskan Diri dari DNA Asli Bangsa

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat menutup Muktamar ke-XII Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim (KAMMI) secara virtual, Minggu (14/11)/Net
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat menutup Muktamar ke-XII Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim (KAMMI) secara virtual, Minggu (14/11)/Net

Arah perjalanan Indonesia melenceng dari kehendak dan cita-cita para pendiri bangsa dikarenakan tidak sedikit penumpang gelap yang mengendalikan arah perjalanan bangsa.


Hal ini merupakan imbas dari amandemen konstitusi yang terjadi di tahun 1999 hingga 2002 silam. Amandemen itu telah mengubah banyak pasal yang nyaris tidak nyambung lagi dengan nilai-nilai dan butir-butir Pancasila sebagai nilai luhur bangsa.

Begitu tegas Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat menutup Muktamar ke-XII Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim (KAMMI) secara virtual, Minggu (14/11).

"Sejak amandemen tersebut, kita seolah melepaskan diri dari DNA asli bangsa ini. Perubahan konstitusi dalam empat tahap yang terjadi di tahun 1999 hingga 2002 telah kebablasan dan sarat dengan muatan kepentingan para penumpang gelap," katanya.

Jika dilihat dan cermati lebih jauh, entitas-entitas civil society yang dulu berjasa besar dalam proses lahirnya bangsa dan negara, ternyata tidak bisa terlibat dalam menentukan wajah dan arah perjalanan bangsa. Karena, wajah dan arah bangsa ini hanya ditentukan oleh partai politik.

"Partai politik menjadi satu-satunya instrumen untuk mengusung calon pemimpin bangsa. Dan, hanya partai politik melalui fraksi di DPR RI bersama pemerintah yang memutuskan UU yang mengikat seluruh warga bangsa," ujarnya.

Menurut alumnus Universitas Brawijaya Malang itu, jika KAMMI ingin mengimplementasikan cita-cita para pendiri bangsa, tentu harus memahami apa itu cita-cita para pendiri bangsa.

Bukan hanya memahami dengan membaca Pembukaan UUD, di mana cita-cita itu tertulis. Tetapi juga perlu merasakan suasana kebatinan para pendiri bangsa yang saat itu bersidang dalam forum BPUPKI dan PPKI dalam menyiapkan kemerdekaan Indonesia.

Menurutnya, selain akibat dari amandemen yang kebablasan, disadari atau tidak, persatuan Indonesia rasanya semakin rapuh.

"Hal ini ditandai dengan polarisasi antarkelompok yang belakangan semakin menguat dan tajam sejak adanya penerapan ambang batas pemilihan (Presidential Threshold) dalam kontestasi Pilpres maupun Pilkada. Sehingga sering terjadi hanya ada dua pasangan calon yang head to head," imbuhnya.

Puncaknya, kata LaNyalla, anak bangsa disuguhi kegaduhan nasional, sesama anak bangsa saling melakukan persekusi, saling melaporkan ke ranah hukum.

Dan semakin menjadi lebih parah, ketika ruang-ruang dialog yang ada juga semakin dibatasi dan dipersekusi, baik secara frontal oleh pressure group, maupun dibatasi secara resmi oleh institusi negara.

"Seolah tidak ada lagi ruang dialog dan tukar pikiran," katanya.

Oleh karena itu, LaNyalla menilai sudah seharusnya KAMMI mengambil posisi dalam situasi kebangsaan saat ini.

"Sudah seharusnya KAMMI memandang rencana amandemen perubahan ke-5 yang kini tengah bergulir sebagai momentum untuk melakukan koreksi atas sistem tata negara sekaligus arah perjalanan bangsa ini," pesan LaNyalla.


ikuti update rmoljatim di google news