Kesejahteraan Masyarakat Labuhan Berangsur Membaik Lewat Si Kaya Berbagi

Foto/Ist
Foto/Ist

Lambat laun pola pikir masyarakat di Desa Labuhan, Kecamatan Sepuluh, Bangkalan, Madura mulai berubah. Seiring dengan itu, tingkat kesejahteraan mereka pun berangsur membaik. Ini berkat program Si Kaya Berbagi (konservasi, pendidikan, budaya berbasis teknologi) Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO).


"Kesadaran masyarakat tentang pentingnya keberadaan mangrove dan terumbu karang semakin tinggi. Jika sebelum adanya program konservasi masyarakat cenderung abai dan lalai hingga terjadi kerusakan yang cukup parah, maka sejak adanya program tersebut mereka ikut berpartisipasi menjaga dan melakukan perbaikan," jelas Manager PHE WMO Field, Sapto Agus Sudarmanto kepada Kantor Berita RMOLJatim, Selasa (14/12).

Lebih lanjut, Sapto menjelaskan, pihaknya menemukan pada tahun 2013, kerusakan lahan mangrove disini mencapai 17,5 hektar dan pada tahun 2014 kami memulai untuk melakukan konservasi dengan menanam 17.000 bibit mangrove dan cemara laut di sisi timur.

"Saat ini jumlah pohon mangrove dan cemara laut disini sudah mencapai 76.000 pohon,” ucapnya.

Hasilnya, pada tahun 2015/2016 kondisi mangrove di pesisir pantai Labuhan sudah mulai membaik dan PHE WMO melanjutkannya melalui program Si Kaya Berbagi di pantai Labuhan sisi Barat.

Program I ini bertujuan untuk memperbaiki keanekaragaman terumbu karang yang mulai rusak di dasar laut Bangkalan yang cukup luas. Berdasarkan AMDAL PHE WMO tahun 2013, di wilayah pesisir Kecamatan Sepulu menunjukkan hanya 5 – 39,02 persen tutupan karang hidup dan 31,74 – 51,08 persen tutupan karang mati.

Pada pengamatan terumbu karang tersebut juga diketahui bahwa presentase penutupan karang hidup di lokasi tersebut hanya mencapai 10-25 persen atau termasuk dalam kategori “rusak”. Kerusakan terumbu karang tentunya akan berdampak pada kecepatan abrasi pantai yang akan bertambah, hal tersebut dikarenakan terumbu karang sendiri memiliki fungsi untuk memperkokoh ketahanan pantai dari ombak.

“Disini kami melakukan tenanaman terumbu karang dengan menggunakan kubah beton berongga yang salah satu bahannya berasal dari limbah casing protector kegiatan PHE WMO. Selain lebih mudah tumbuh karena tidak mudah goyah oleh hempasan ombak, kubah ini juga berfungsi sebagai tempat tinggal ikan. Selain itu, akrena mengandung kalsium, maka tingkat pertumbuhan fragmen karang jugalebih cepat. Jika di tempat lain pertumbuhannya hanya mencapai 12-14 cm per tahun, disini bisa mencapai 21 cm per tahun. Tingkat daya hidup terumbu karang juga semakin naik dari 25 persen menjadi 97 persen,” ungkapnya.

Selanjutnya, sejak tahun 2017 hingga sekarang, sudah ada sekitar 80 kubah beton yang terdiri dari 480 fragmen terumbu karang telah di tanam di Taman  Wisata Laut Labuhan. Karang yang ditanam terdiri 4 jenis yaitu Acropora millepira, Acropora hyacinthus, Porites cylindrica dan Sinularia sp. Semua jenis karang tersebut berstatus Near Threatened (NT) menurut IUCN. Hasilnya, jumlah spesies ikan semakin banyak, jika sebelum konservasi jumlahnya hanya mencapai 8 spesies sekarang berkembang menjadi 36 spesies ikan.

Program Si Kaya Berbagi tidak hanya berdampak positif terhadap pelestasian alam dan lingkungan Labuhan. Program ini juga mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar, mulai dari peningatan tangkapan ikan hingga pengembangan Eco Edu wisata dan potensi ekonomi yang lain seperti kopi dari biji mangrove.

Ketua Pokdarwis Payung Kuning, Mohammad Sahril, mengatakan, saat ini ada banyak spesies ikan yang bisa ditemukan di terumbu karang, ada ikan putihan yang nilai jualnya cukup tinggi, cumi-cumi dan rajungan. Hasil tangkapan ikan juga semakin banyak.

“Jenis ikannya banyak dan besar-besar. Masyarakat di sini kana da yang cara mengambil ikannay dengan tardisional, dengan memancing. Nah, kalau memancing di karang itu, bisa dapat ikan putihan sampai 15 ekor. Satu ekor besarnya bisa mencapai 2-3 kilogram. Cumi juga banyak. Hasil tangkap yang menggunakan jaring juga semakin banyak, dulu sekali melaut mungkin hanya sekitar 10 kilogram, sekarang bisa sampai 25 kilogram,” katanya.

Sedangkan untuk Eco Edu Wisata TWL juga semakin bagus. Sejak dibuka tahun 2019, masyarakat yang berkunjung semakin banyak. Walaupun sempat kembali ditutup karena pandemic, namun setelah dibuka kembali pada Mei 2021 mencapai 2.086 per bulan.

“September kembali turun karena PPKM menjadi  917 pengunjung dan di Oktober kembali naik menjadi 1.893 pengunjung. Hasil penjualan kios juga mulai membaik, sebelum pandemi bisa mencapai Rp 2 juta hingga Rp 3 juta, sekarang mencapai Rp 1,5 juta. Di akhir tahun ini juga sudah banyak yang booking, selain masyarakat umum, juga digunakan diklat, camping dan lainnya. Biasanya konsumsi kita pesankan kepada UMKM disini dan juga masyarakat sekitar. Hingga mereka ada pemasukan,” akunya.

Selain itu, kelompok masyarakat ini juga telah berhasil mengolah biji mangrove menajdi kopi yang cukup nikmat yang memiliki nilai jual tinggi. Karea masih berdasarkan pemesanan, maka produksi masih belum banyak. “Kalau potensinya, disini banyak karena kopi mangrove ini dihasilkan dari biji mangrove jenis avicennia yang cukup banyak disini, mencapai 2 hektar,” demikian Mohamad Sahril.