Pengembangan Bandara Notohadinegoro Menjadi Bandara Cargo Terhambat Status Kepemilikan Lahan.

Wakil Ketua DPRD Jember, Ahmad Halim, saat memimpin rapat di DPRD Jember.
Wakil Ketua DPRD Jember, Ahmad Halim, saat memimpin rapat di DPRD Jember.

Belum maksimalnya operasional Bandara Notohadinegoro Jember,  Bupati Jember, Hendy Siswanto,  mencari terobosan baru, supaya berkembang menjadi Bandara Kargo. Namun rencana pengembangannya terhambat status kepemilikan tanah, yang masih status kerja sama. 


Belum maksimalnya operasional Bandara Notohadinegoro Jember,  Bupati Jember, Hendy Siswanto,  mencari terobosan baru, supaya berkembang menjadi Bandara Kargo. Namun rencana pengembangannya terhambat status kepemilikan tanah, yang masih status kerja sama.

Menurut Wakil ketua DPRD Jember,  Ahmad halim,  untuk menjadi bandara Kargo status kepemilikan tanah harus jelas, yakni status tanahnya, harus menjadi aset milik Pemkab Jember.

"Status tanah bandara seluas 120 hektar itu, statusnya masih kersama. Tanahnya masih HGU PTPN 12,  sedangkan bangunan bandara di atasnya,  milik Pemkab Jember,"kata Ahmad Halim, dikutip Kantor Berita RMOLJatim.  

 Dia menjelaskan, Bupati Jember,  Hendy Siswanto bermaksud mengembangkan bandara Notohadinegoro Jember, menjadi bandara Kargo, supaya ada nilai manfaatnya, sehingga bisa menyumbang pada Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Dengan dikembangkan menjadi Bandara Kargo, maka  transportasi udara ini bisa melayani pengangkutan barang hasil bumi, laut  lebih cepat ke daerah lain. Selain itu juga  melayani penumpang rute Jember - Surabaya, hingga ke Jakarta. Bahkan bandara itu, digunakan transportasi ekspor hasil pertanian seperti kopi dan ikan laut, ke daerah lain. 

Namun untuk pengembangan ini, Pemkab Jember, harus mengembangkan Bandara, menjadi  aset milik Pemkab Jember.

"Selama status kepemilikan masih Kerjasama dan HGU masih milik PTPN 12,  maka pengembangan bandara itu akan sulit diwujudkan,"jelasnya.

Karena itu, legislator Partai Gerindra ini menawarkan 2 opsi penyelesaian terkait  status tanah tersebut, yaitu pertama Pemkab Jember melakukan tukar guling tanah aset Pemkab dengan 120 hektar tanah PTPN.  Yang kedua pemkab membeli tanah tersebut. 

Dia menjelaskan, untuk proses tukar guling, masih butuh waktu proses cukup lama. Sehingga yang paling memungkinkan untuk penyelesaian aset adalah membeli aset tersebut. 

"Kami menyarankan dibeli, karena memiliki Yurisprodensi daerah lain, yakni Pemerintah Kabupaten Banyuwangi," ucap pria, yang juga ketua Partai Gerindra Kabupaten Jember ini. 

       

Menurut dia  Pemkab Banyuwangi, pernah  membeli tanah PTPN seluas 193 hektar, seharga 93 miliar rupiah, untuk pembangunan bandara. Sementara  Jember, luas lahan sekitar 120 hektar, dengan  estimasi biaya antara Rp. 30 miliar - Rp. 40 milyar. 

"Supaya tidak membebani pembayaran tanah tersebut,  perlu dipikirkan bersama tata cara pembayaran, yakni diangsur sebanyak 3 kali,"terangnya. 

  Karena itu, Halim mendorong Pemkab Jember,  untuk membelinya  sehingga menjadi aset milik Pemkab Jember.  

 "Kami akan mendorong itu dan coba mengkaji lebih mendalam untuk menghitung kemampuan APBD kita,"katanya.  

 Diketahui sebelumnya, Bandara Notohadinegoro sempat tutup Nopember tahun 2019, karena ijin operasional bandara Notohadinegoro sudah mati. Namun Mulai Juni 2021, rute penerbangan Jember-Surabaya mulai di buka lagi. 

Namun memasuki Desember 2021, rute penerbangan Jember - Surabaya, kembali terhenti. Sebab, okupansinya tidak sampai 10 orang penumpang.