Kualitas Beras BPNT di Gresik Tak Layak Konsumsi

Ketua DPRD Gresik M Abdul Qodir
Ketua DPRD Gresik M Abdul Qodir

DPRD Kabupaten Gresik mendesak Dinas Sosial (Dinsos) setempat, untuk menyelesaikan persoalan penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Karena, ada temuan beras yang diberikan kepada masyarakat tidak layak konsumsi.


Menurut Ketua DPRD Gresik M Abdul Qodir, pihaknya telah menerima aduan dari masyarakat yang merupakan keluarga penerima manfaat (KPM) dalam program BPNT di Desa Morowudi Kecamatan Cerme mengeluhkan bantuan yang didapatkan.

"Jadi KPM ini mengeluhkan beras yang mereka dapatkan melalui BPNT, tidak layak makan atau konsumsi. Tentu hal seperti ini tidak boleh dibiarkan terjadi, apalagi program bantuan ini sudah terencana dengan matang oleh pemerintah pusat," ujarnya kepada Kantor Berita RMOLJatim, Rabu (19/1).

"Terkait persoalan ini, saya rasa Kadinsos (Kepala Dinas Sosial) sudah tau dari media sosial (medsos), media online atau surat kabar. Sebab, persoalan tersebut banyak dimuat media massa. Karena itu, saya minta Kadinsos jangan tinggal diam dan harus turun ke lapangan," katanya.

Qodir menambahkan, bahwa temuan kwalitas beras jelek atau tak layak konsumsi dalam BPNT sering terjadi, sehingga hal ini harus menjadi bahan evaluasi dinsos selaku leading sektor program didaerah untuk benar-benar memperhatikan persoalan tersebut agar tidak terus menerus terjadi.

"Kami minta Kadinsos Gresik (Ummi Khoiroh, red) turun dan membentuk tim investigasi, untuk mengusut persoalan ini. Karena, kejadian seperti ini sebelumnya sudah pernah terjadi dan sekarang terulang kembali," tuturnya.

"Terus terang saya merasa miris, saat melihat langsung beras yang di dapatkan oleh para KPM. Sebab, secara fisik beras sangat tidak memenuhi kriteria yang disyaratkan. Apalagi untuk konsumsi manusia, ini keterlaluan kalau dibiarkan," ungkapnya.

Ditanya apa yang bakal dilakukan DPRD Gresik, jika terjadi penyimpangan dalam penyaluran BPNT. Qodir menegaskan harus diusut tuntas dan tidak boleh dibiarkan. 

"Seandainya terjadi penyimpangan dan dinsos diam terhadap persoalan ini, ya patut kami pertanyakan dan tentunya akan kita panggil untuk di hearing," tukasnya.

"Persoalan itu terjadi karena banyak tangan, sehingga realitas yang terjadi ada penyusutan dari pagu bantuan senilai Rp 200 ribu menjadi sekutar Rp 175 ribu per KPM. Akibatnya komoditi yang disalurkan ke masyarakat  kwalitasnya tidak sesuai alias jelek," pungkasnya.