Heran, Upah di Indonesia Murah tapi Harga Minyak Goreng Mahal

Ilustrasi / net
Ilustrasi / net

Ketamakan dan kerakusan disebut diendorse oleh negara saat ini yang dipimpin oleh pedagang karena ketidakmampuannya dalam mengendalikan harga bahan pokok, terutama minyak goreng.


Begitu yang disampaikan oleh Ketua Umum (Ketum) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Jumhur Hidayat dalam video wawancara yang diunggah di akun YouTube Realita TV pada Sabtu malam (19/3).

Jumhur mengaku heran dengan harga-harga bahan pokok yang ada di Indonesia dibanding dengan negara tetangga, seperti Malaysia. Karena, harga minyak goreng di Malaysia lebih murah dibanding di Indonesia.

Keheranan itu ditambah jika dibandingkan dengan penghasilan buruh di Indonesia dengan di Malaysia. Di mana, Jumhur menemukan data bahwa upah buruh di Indonesia, seperti salah satu daerah di Sumatera, upah minimumnya hanya bisa untuk membeli 7 kilogram beras. Hal tersebut hanya naik 1 kilogram dibanding dengan upah buruh pada 92 tahun lalu.

"Ini kan tragis, jadi zaman 92 tahun yang lalu upah buruh bisa membeli 6 kilogram beras, zaman sekarang hanya bisa membeli 7 kilogram beras. Di Jawa, di beberapa tempat, lebih parah lagi di Pulau Jawa ini. Bahkan tidak sampai keenam kilogram beras, UMRnya ya," ujar Jumhur seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (20/3).

Sementara di Malaysia kata Jumhur, tenaga kerja sawit di Malaysia diberi upah sebesar Rp 5 juta hingga Rp 7 juta.

"Dan yang menarik, Bung Igan tadi bilang, harganya lebih murah harga minyak goreng. Jadi harga lebih murah, menggaji buruh lebih tinggi, bisa. Nah di kita, menggaji buruh rendah, harganya mahal, ya marginnya si oligarki nih luar biasa menurut saya," kata Jumhur.

Menurut Jumhur, persoalannya hanyalah sederhana, yaitu kembali ke ajaran agama atau ajaran moral Pancasila. Dalam pandangan Jumhur, di Indonesia masalahnya hanya ketamakan dan moral. Bahkan, ia menengarai negara turut serta meng-endorse mereka.

"Jadi negara, ya bahkan diendorse dengan kata-kata lain, tidak mampu. Tadi kan Menteri Perdagangan bilang tidak mampu mengatasi mafia. Berarti kan kalau negara tidak mampu sama saja mempersilakan. Karena tidak mungkin negara tidak mampu," jelas Jumhur.

Padahal, aset yang terkait dengan harga minyak goreng seperti tanah, HGU, pabrik pupuk kata Jumhur, negaralah yang memiliki. Sehingga, negara sebenarnya bisa melakukan intervensi terhadap harga minyak goreng.

"Jadi ya sudah kembali ke Syahganda tadi, memang barangkali karena ya itu tadi, negara pedagang, bukan negara yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan pada rakyat," pungkas Jumhur.