Pemerintah Harus Persiapkan Tiga Hal ini Sebelum Bangun IKN

Pengajar dari Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra, Fikri Hadi/ist
Pengajar dari Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra, Fikri Hadi/ist

Ibu Kota Negara (IKN) sudah seharusnya dipindah. Keputusan pemerintah mempercepat proses pembangunan dan pemindahan Ibu Kota Negara dari DKI Jakarta ke Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur, dinilai sudah tepat.


Hal ini disampaikan akademisi Fikri Hadi dalam seminar yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Wijaya Putra (BEM FH UWP) dengan tema “Perspektif Hukum Terhadap Pemindahan Ibu Kota Negara” melalui virtual di Gedung E Universitas Wijaya Putra, Surabaya, Sabtu (2/7).

Fikri menjelaskan bahwa terdapat hasil kajian yang menyimpulkan bahwa Jakarta sudah tidak lagi dapat mengemban peran sebagai Ibu Kota Negara disebabkan berbagai faktor seperti banjir, kemacetan, ancaman bencana seperti gempa bumi, serta penurunan tanah di Jakarta.

Sedangkan alasan dipindahkannya ibu kota keluar Pulau Jawa, menurutnya, untuk menghentikan paradigma pembangunan yang Jawa-sentris dan Jakarta-sentris.

“Bayangkan, 70% perputaran uang di Indonesia ada di Jakarta. Selain itu, 57% penduduk di Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa, kontribusi ekonomi Pulau Jawa terhadap PDB Nasional sekitar 59%. Inilah yang melatarbelakangi mengapa Pulau Kalimantan dipilih sebagai lokasi Ibu Kota kedepan.” ujar pengajar dari Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra ini.

Selain itu, Fikri juga menambahkan bahwa Jawa juga menyimpan problematika tersendiri seperti arus urbanisasi yang tinggi seperti di Jabodetabek dan Surabaya, krisis ketersediaan air di Jakarta dan Jawa Timur dan penurunan tanah di sejumlah wilayah Pantai Utara (Pantura) Jawa.

Fikri menambahkan perbandingan konsep ibu kota secara teori dan perbandingannya di luar negeri. Namun ada sejumlah hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam rangka pemindahan Ibu Kota. 

Pertama, implementasi dari green city dan smart city. Kedua, aspek keberlanjutan. 

Bahwa pembangunan IKN merupakan pembangunan jangka panjang. Oleh karenanya, harus dipersiapkan apabila kedepan terjadi perubahan situasi politik, hukum, ekonomi, sosial bahkan apabila terjadi bencana yang berpotensi menghambat pembangunan Ibu Kota. 

Hal ini berkaca pada Krisis Moneter 1997 yang membuat berbagai pembangunan strategis nasional terhenti.

Ketiga, bagaimana memisahkan antara pusat bisnis dan pusat pemerintahan. Karena dari sudut pandang kajian ekonomi, pusat bisnis akan lebih efektif bila berdekatan dengan pusat pemerintahan.

“Namun kita pernah mengalami hal tersebut di akhir abad 19 dan awal abad 20 pada masa Hindia Belanda, yang mana pusat pemerintahan adalah Batavia namun kota sekaligus pusat industri terbesar adalah di Surabaya. Pemerintah bisa belajar dari hal tersebut," demikian Fikri.

Sementara Rektor UWP, Dr. Budi Endarto, mengapresiasi kegiatan seminar tersebut. Menurutnya, seminar ini menunjukkan kepekaan mahasiswa FH UWP terhadap isu hukum di tengah masyarakat. Hal ini sejalan dengan tagline UWP, “Growth With Society”.

Budi berharap, pembahasan IKN tidak hanya berhenti pada seminar ini, melainkan juga pada ranah yang lebih besar seperti diskusi publik yang melibatkan masyarakat, akademisi serta Pemerintah Pusat.