Kasus Jual Barang Sitaan Satpol PP Surabaya Diduga Tidak Hanya FE, Pasti Ada Aktornya

Arif Fathoni/RMOLJatim
Arif Fathoni/RMOLJatim

Anggota Komisi A DPRD Surabaya Arif Fathoni angkat bicara terkait ditahannya oknum petinggi Satpol PP berinisial FE yang diduga melakukan dugaan korupsi penjualan barang titipan hasil penertiban.


Politisi asal Partai Golkar ini menilai bila dalam kasus tersebut terindikasi adanya fenomena kejahatan kerah putih atau white collar crime. 

Arif menduga tak hanya FE saja yang menjadi tersangka dalam dugaan kasus korupsi tersebut.

Namun ada aktor lain dari praktik korupsi yang terjadi di Satpol PP Pemkot Surabaya.

"Soal fenomena white collar crime memang itu biasanya tidak berdiri sendiri. Artinya tidak bisa dilakukan oleh satu orang saja," kata Arif Fathoni dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Sabtu (16/7).

Nah, untuk mencari dugaan pelaku lainnya terutama yang membantu tersangka FE ini menurut Thoni maka harus dilihat aliran uang hasil penjualan barang sitaan senilai Rp 500 Juta tersebut.

"Nah karena ini dugaan yang dimaksud tentang dugaan tipikor, maka tentu penegak hukum harus mengikuti logika penyidikan tipikor, yakni follow the money, kemana uang itu mengalir," ujarnya.

Untuk dapat mengetahui hilir dan muara kasus ini, Thoni berharap Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya harus berani blak-blakan soal data secara keseluruhan hasil penertiban pada para penyidik, sehingga kasus ini semakin mudah terungkap dan segera selesai.

"Karena ini sudah diserahkan kepada penegak hukum, ya kami berharap pemkot kooperatif dengan menyajikan dokumen-dokumen berpotensi dijadikan alat bukti. Jadi tidak perlu melakukan tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan yang berpotensi menghalangi proses penyidikan," terangnya.

Dengan terbukanya Pemkot Surabaya soal data, lanjut Thoni maka kemungkinan besar akan muncul tersangka-tersangka baru lainnya.

Terutama oknum-oknum Satpol PP Kota Surabaya yang terlibat secara langsung maupun sebaliknya dalam tindakan pidana korupsi yang sama seperti dilakukan tersangka FE.

"Jadi saya pikir itu, kalau berkaitan dengan apakah ada dugaan keterlibatan orang lain, tentu upayanya dengan itu tadi, logika penyidikan tipikor. Ikuti aliran uangnya sehingga penyidik bisa mengetahui siapa saja yang terlibat. Kedua, fenomena yang dilakukan oleh tersangka ini apakah fenomena hari ini atau perbuatan yang mungkin saja sudah dilakukan berulang kali," bebernya.

Selain itu, dengan terungkapnya kasus ini, berdampak buruk terhadap kepercayaan masyarakat terhadap Satpol PP Kota Surabaya. 

Namun hal itu akan berangsur normal, jika nantinya Pemkot Surabaya dan Kejaksaan mampu mengungkap siapa-siapa saja yang turut serta dalam kasus tindakan pidana korupsi.

"Kenapa kemudian kami apresiasi sampai dilimpahkan ke pengadilan, agar terjadi terang benderang karena ini menyangkut kepercayaan publik pada institusi Satpol PP. Kalau ndak ditindak secara serius, saya khawatir nanti muncul distrust di kalangan publik yang itu menghambat proses kerja Satpol PP dalam menegakkan perda dan perwali," jelasnya.

Sebab tanpa adanya keterbukaan dari Pemkot Surabaya soal data jumlah penertiban, dikhawatirkan kepercayaan masyarakat Surabaya terhadap pemerintah kota semakin hilang.

"Jangan sampai kemudian mohon maaf, misal warga melanggar perda dan ada barang sitaan yang mau diambil entah itu panci atau tenda. Karena katakanlah proses hukum ini tidak dilakukan secara komprehensif, jangan sampai masyarakat berpraduga jangan-jangan panci yang disita mau dijual" imbuhnya.

Jika nantinya kasus ini menemui titik terang, maka masyarakat akan kembali menaruh kepercayaan terhadap Satpol PP dan juga Pemkot Surabaya.

"Kita percaya bahwa pasal 27 UUD kita, bahwa semua warga negara kedudukannya sama di muka hukum. Equility before the law. Jadi harus dilakukan penegakan hukum secara tegas, siapa yang telibat harus dikejar, sehingga kepercayaan publik terhdap institusi  satpol pp dan pemkot kembali membaik," pungkasnya.

Seperti diberitakan, FE Oknum Satpol PP Kota Surabaya telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi penjualan barang bukti hasil penertiban.

Penetapan itu dilakukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, melalui Surat Perintah Penetapan Tersangka Nomor Print-05/M.5.10/Fd.1/07/2022, tertanggal 13 Juli 2022.

Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Surabaya Ari Prasetya Panca Atmaja menjelaskan, kejadian itu bermula ketika Kasatpol PP Kota Surabaya menerima laporan bahwa telah terjadi kegiatan pengangkutan barang hasil sitaan di gudang penyimpanan yang terletak di Jalan Tanjungsari Nomor 11-15, Surabaya.

Pengangkutan barang hasil penertiban itu ternyata dilakukan tanpa seizin dari Kasatpol PP Kota Surabaya.

FE diduga menjual barang bukti hasil kegiatan penertiban kepada pihak lain senilai sekitar Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah)

"Segera dilakukan tindakan penghentian dan pelaporan kepada Kejari Surabaya untuk dilakukan proses hukum. Hal tersebut ditindaklanjuti dengan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print-09/M.5.10/Fd.1/06/2022 tanggal 6 Juni 2022," pungkasnya, Kamis (14/7).