Anis Mata Minta Sikapi Kritis Survei Potensi Resesi dari Bloomberg

Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Anis Matta/Net
Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Anis Matta/Net

Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Anis Matta menegaskan bahwa hasil survei Bloomberg tentang kemungkinan terjadinya resesi di sejumlah negara Asia Pasifik tidak boleh dianggap sebelah mata.


Menurut dia, survei, riset, pemeringkatan, dari dalam dan luar negeri, perlu disikapi secara positif dan kritis.

Demikian dikatakan Anis Matta lewat akun Twitter pribadinya, Senin (18/7).

Positif, yang dimaksud Anies Matta adalah mengapresiasi kerja-kerja ilmu pengetahuan. Sementara kritis berarti membaca secara jernih tentang metode penelitian dan asumsi ilmiah yang digunakan.

”Survei ini merupakan pengumpulan pendapat para ekonom yang kemudian dikontruksi melalui modeling tertentu. Artinya, angka berapa pun yang dihasilkan merupakan hasil persepsi dan analisis ahli ekonomi,” ujarnya.

Adapun yang dihitung adalah kemungkinan terjadinya resesi di suatu negara. Resesi sendiri memiliki arti adanya pertumbuhan negatif dalam dua kuartal berturut-turut.

“Jadi, survei Bloomberg tersebut mengukur persepsi para ekonom terhadap kemungkinan terjadinya pertumbuhan negatif dalam dua periode berturut-turut di sejumlah negara. Perhatikan,” tegasnya.

Dalam survei ini, Indonesia disebut memiliki probabilitas mengalami resesi 3 persen. Artinya, ada faktor risiko tapi juga ada faktor kekuatan yang membuat probabilitasnya kecil. Terutama dibanding negara-negara seperti Sri Lanka, bahkan Korea Selatan dan Jepang.

Analisa yang beragam harus dipetik pelajaran dan menjadi bahan wacana publik. Sehingga bisa diambil kebijakan oleh pemerintah. Khususnya untuk menjawab apakah basis pertumbuhan ekonomi Indonesia rendah memang akan rendah.

“Sehingga pertumbuhan sekecil apa pun akan dicatat sebagai pertumbuhan positif, atau yang disebut low base effect? Silakan pemerintah, ekonom, dan ahli kebijakan mendiskusikannya untuk kebaikan,” harap mantan Presiden PKS itu.

Namun demikian, pada akhirnya pertumbuhan ekonomi yang nyata harus terasa dan tampak dari raut wajah rakyat sehari-hari. Sementara raut wajah rakyat hari ini muram karena kenaikan harga bahan pokok, sulitnya lapangan pekerjaan, dan jurang kesenjangan yang menganga.

“Sebaiknya energi kita difokuskan untuk menyelsaikan masalah hajat hidup rakyat yang sebenarnya. Menurunkan harga barang pokok, menciptakan lapangan pekerjaan, dan menutup jurang kesenjangan ekonomi dan sosial,” pungkasnya.