Aktivis dan Akademisi Soroti Penjualan Saham Pemkab Banyuwangi di Tambang Emas Tumpang Pitu

Diskusi Publik dengan tema Mengkritisi Kebijakan Bupati Banyuwangi: Penjualan Saham Untuk Siapa/RMOLJatim
Diskusi Publik dengan tema Mengkritisi Kebijakan Bupati Banyuwangi: Penjualan Saham Untuk Siapa/RMOLJatim

Penjualan saham Pemkab Banyuwangi di PT Merdeka Copper Gold Tbk selaku induk dari operator tambang emas Tumpang Pitu di Kecamatan Pesanggaran PT Bumi Suksesindo, masih menjadi tema yang menarik disoroti.


Diskusi Publik itu diinisiasi Mukhlisin, seorang aktivis yang berdomisili di Kecamatan Genteng. Turut hadir yakni Hendri, Yahya Umar, Maskuri, Langlang, Ridho, Aris Sumartadi, Abbas dan beberapa orang lainnya. Sedangkan dari kalangan akademisi yakni dosen dari sebuah kampus di Banyuwangi dan Jember. 

Kepemilikan saham ini tertuang dalam Perjanjian Hibah Nomor 188/1849/perj/429.021/2013 antara Pemkab Banyuwangi dengan PT Mitra Daya Mustika, PT Trimitra Karya Jaya, PT Srivijaya Kapital, Sakti Wahyu Trenggono, Garibaldi Thohir, Maya Miranda Ambarsari dan Andreas Reza Nazaruddin, selanjutnya disebut pihak kesatu. Tentang Hibah Kepemilikan Saham Kepada Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.

Jumlah hibah yang diberikan pihak kesatu kepada pihak kedua yang saat itu ditandatangani Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas sebesar 10 persen dari jumlah saham yang diterbitkan perusahaan saat ditandatanganinya perjanjian ini secara free carry (tanpa beban apapun), yang nilai nominalnya Rp 10 miliar atau setara 10 ribu lembar saham yang telah ditempatkan dan disetor ke dalam kas perusahaan oleh pihak kesatu.

Salah satu pemantik diskusi dengan tema ‘Mengkritisi Kebijakan Bupati Banyuwangi: Penjualan Saham Untuk Siapa’, Maskuri mengatakan, penjualan saham Pemkab Banyuwangi sebesar 15 persen dari total saham 1 milyar 145 juta lembar pada Desember 2020 itu setara Rp 298 milyar.

Disebutkan, kala itu penjualan saham dilakukan di momen Pilkada Banyuwangi berlangsung, dan istri dari Bupati Anas, Ipuk Fiestiandani adalah salah satu calon bupatinya.

Dugaan adanya kejanggalan itu semakin menguat, kata dia, melalui hearing dan mediasi untuk menggali data-data terkait penjualan saham ini belum menemukan jawaban yang rinci dan detail dari Pemda Banyuwangi.

“Saya belum mengatakan hal itu korupsi, karena dugaan korupsi itu harus ada pelaporan dulu. Tapi indikasi ke arah sana kita membaca ada, sehingga kita terus mengejar data-data yang lebih konkret,” ujarnya dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Sabtu (13/8).

Penjualan 15 persen saham tersebut dinilai secara tiba-tiba, lanjutnya, di luar isu publik yang ada. Artinya, tidak ada kebutuhan atau kegentingan apapun pada saat penjualan saham yang setara Rp 298 milyar.

“Saham ini kan aset, sehingga penting untuk disosialisasikan. Karena sampai hari ini tidak jelas untuk apa, makanya kita kejar lewat hearing, mediasi tidak ada kejelasan untuk apa. Kalau untuk pembangunan sebelah mana, dimana wilayahnya. Katanya untuk kegiatan di ring I, ternyata kita sudah investigasi ke sana itu nggak ada,” paparnya usai diskusi.

“Pilkada masih digelar dana (penjualan saham) itu dicairkan, untuk apa. Kalau untuk pembangunan kenapa di akhir tahun dan akhir kepemimpinan sebagai bupati,” cetusnya.

Sementara itu, Yahya Umar menyatakan, penjualan saham sebesar 15 persen tersebut memunculkan beberapa pertanyaan. Karena pembeli dan brokernya sama-sama mendapatkan diskon pembelian senilai 9,5 persen atau setara Rp 28 miliar lebih.

Saat menjual saham, pemkab melibatkan kejaksaan, OJK, menteri dalam negeri, diajak rundingan. Tetapi saat menentukan potongan 9,5 persen mereka tidak dilibatkan, termasuk DPRD selaku perwakilan masyarakat di Bumi Blambangan.

“Harga saham saat itu Rp 1.940 karena dipotong 9,5 persen jadi per lembar Rp 1.775 dan dikalikan 171.750 ketemunya Rp 301 miliar. Potongan ini terlalu besar,” sebutnya.

Bang Yaya sapaannya menduga, saat penjualan saham yang dulu digembar-gemborkan untuk kesejahteraan masyarakat, Pemkab Banyuwangi memilih jalur pasar nego saham dibanding pasar saham reguler dan pasar saham tunai, sehingga dapat memberikan potongan 9,5 persen dari saham yang dijual.

“Sejak awal saya menduga penjualan saham ini dilakukan di pasar nego, karena pasar nego tidak melewati API, tapi mereka nego langsung antara pembeli – penjual di tengah-tengah ada broker. Dari berapa dipotong berapa, hasilnya baru dilaporkan. Jadi memang celah di pasar nego itu luar biasa,” ungkap Yaya.

Menurutnya Kabupaten Banyuwangi ini sangat kaya sumber daya alamnya. Salah satunya, tambang emas Tumpang Pitu di Kecamatan Pesanggaran yang dikelola PT Bumi Suksesindo anak perusahaan PT MCG.

Sebenarnya, kata dia, masyarakat dapat mendesak pemkab untuk mempertahankan golden share 10 persen non-dilusi dari jumlah saham tambang emas keseluruhan. Karena golden share itu adalah saham istimewa yang diberikan kepada pemkab atas kekayaan alam yang luar biasa besar.

“Kalau kita ngomong golden share yang sejak dari awal non-dilusi, melihat kapitalisasi pasar MDKA saat ini, itu kurang lebih Rp 106 triliun. Artinya 10 persennya adalah Rp 10,6 T, kalau non-dilusi. Tapi karena terdilusi, sekarang saham kita per hari ini kurang lebih Rp 4.350 triliun. Makanya kita perlu mengembalikan haknya golden share 10 persen dari saham keseluruhan,” paparnya.

Hal itu, sambung Yaya, sesuai dalam Perjanjian Hibah pada bab IV pasal 4 ayat (2) yang menyatakan, pihak kedua menerima pemberian saham yang dilakukan melalui mekanisme hibah saham ini dengan baik, dan berjanji akan memanfaatkannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar lokasi proyek pertambangan pada khususnya, dan seluruh rakyat Kabupaten Banyuwangi pada umumnya.

Sementara itu, Mukhlisin mengatakan, diskusi kali ini, Jumat, (12/8), merupakan yang kedua setelah diskusi pertama yang mengangkat isu pendidikan. Hal itu, dilakukan untuk melakukan kontrol terhadap pemerintah daerah agar terwujud masyarakat yang sejahtera.

Sebab, beberapa waktu yang lalu pemkab kurang tanggap terhadap permasalahan yang menimpa warganya, seperti kasus di Kalibaru dan Glenmore.

“Diskusi seperti ini akan terus kita lakukan satu bulan sekali. Untuk bulan depan rencananya di awal September, kita akan menggelar diskusi untuk mengkritisi kebijakan Bupati Banyuwangi,” tegasnya.