Kejari Surabaya Jebloskan Dua Koruptor Bank Plat Merah ke Penjara, Ini Kasusnya

Arif Wahyudi dan Didik Sunardi/ist
Arif Wahyudi dan Didik Sunardi/ist

Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya menerima limpahan berkas perkara dan tersangka dugaan korupsi bank plat merah dari Kejati Jatim. Usai melakukan pemeriksaan atas dua tersangka tersebut, yakni Arif Wahyudi dan Didik Sunardi, tim penyidik pidana khusus (Pidsus) Kejari Surabaya lalu menjebloskan keduanya ke penjara.


"Iya, keduanya kita tahan di cabang rutan klas I Surabaya pada Kejati Jatim," kata Kajari Surabaya, Danang Suryo Wibowo, SH., LL.M melalui Kasi Pidsus Ari Prasetya Panca Atmaja pada Kantor Berita RMOLJatim, Jum'at (2/9).

Dalam kasus ini menurut Ari, kedua tersangka ini terbukti bersama-sama melakukan perbuatan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.

"Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP," jelas Ari.

Ari mengungkapkan bahwa perbuatan terdakwa Arif Wahyudi bersama Hendra Prasetyo, Heru Isbagio alias Jack dan Didik Sunardi (berkas terpisah) telah melakukan korporasi.

Hal ini diketahui berdasarkan perjanjian kerja sama antara bank plat merah tersebut dengan RSUD milik Pemprov Jatim tentang pemberian fasilitas kredit.

"Dalam proses penyaluran kredit kepada 58 orang debitur pegawai tahun 2015 - 2019, dengan nilai kredit sebesar Rp8.798.000.000 yang diduga disalahgunakan untuk mendapat keuntungan pribadi dengan cara membuat kelengkapan administrasi yang tidak benar sehingga mengakibatkan kredit tidak terbayar dan dapat mengakibatkan kerugian keuangan Negara," jelasnya.

Parahnya lagi menurut Ari, sebagian dana dari realisasi kredit dari tahun 2017 hingga tahun 2019 oleh saksi Heru Isbagio sebesar  Rp.4,200.000.000 dipergunakan untuk menutupi setoran tagihan atau pinjaman karyawan sebesar Rp.350.000.000,00.

"Juga untuk usaha jual beli kelapa bersama Sumarsono dan Hariadi, lalu membeli aset berupa tanah di Trawas dan sudah dijual kepada Auntunu seharga Rp.300.000.000, kemudian pembangunan tempat wisata (renovasi kolam renang) pada tanahnya yang berlokasi di Wonosalam. Sisanya digunakan untuk keperluan pribadi

Sedangkan kurang lebih Rp. 400.000.000 dipergunakan/dinikmati oleh Didik Sunrdi dan sebagian dipergunakan/dinikmati oleh Hendra Dwi Prasetyo," ungkap Ari.

Selain penyalahgunaan penggunaan dana kredit, Ari menambahkan berdasarkan perjanjian kerja sama itu, juga ditemukan proses penyaluran kredit kepada 58 orang tidak sesuai ketentuan yang dilakukan Arif Wahyudi bersama Hendra Dwi Prasetya, Heru Isbagio alias Jack dan Didik Sunardi (berkas terpisah) dengan cara Hendra Dwi Prasetya dibantu dengan Didik Sunardi membuat/ melengkapi persyaratan  berkas-berkas pengajuan fasilitas kredit tidak sesuai dengan sebenarnya.

"Membuat surat keterangan penghasilan tidak sesuai dengan sebenarnya dan surat keterangan sebagai pegawai sedangkan terdakwa memutus / merealisasi permohonan kredit padahal persyaratan tersebut tidak lengkap dan memasukkan pencairan kredit ke rekening penampungan yang seharusnya ke rekening Debitur yang mengajukan fasilitas Kredit Briguna," pungkasnya.