Nama Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR) mendadak melejit usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah. Akibatnya negara mengalami kerugian sebesar Rp193,7 triliun.
- Kabulkan Permohonan Kasasi PKPU, Hakim Yustisial Edy Wibowo Diduga Terima Uang Rp3,7 M
- Aset-aset Terkait TPPU Masih Ditelusuri, KPK Belum Tahan Andhi Pramono
- Advokat Moses Henry Bantah Gelapkan Uang Klien
Muhammad Kerry Adrianto Riza yang memiliki nama panggilan Kerry Riza, saat ini menjabat sebagai beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa.
Kerry Riza adalah putra dari pasangan dari "raja minyak" Muhammad Riza Chalid dan Roestriana Adrianti yang lahir di Jakarta pada 1986.
Kerry Riza diketahui memiliki sederet jabatan mentereng, antara lain Komisaris Utama GAP Capital, Presiden direktur PT Pelayaran Mahameru Kencana Abadi, Presiden direktur PT Navigator Khatulistiwa, Presiden Direktur Mandiri Arafura Limited (2014), dan Presiden direktur Kidzania Jakarta.
Tim Penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang, Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018 hingga 2023.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar mengatakan, Tim Penyidik telah memperoleh alat bukti yang cukup untuk menetapkan ketujuh tersangka berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap 96 saksi, dua ahli, serta penyitaan 969 dokumen dan 45 barang bukti elektronik.
"Berdasarkan bukti-bukti yang telah dikumpulkan, kami menemukan adanya indikasi kuat perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara dalam jumlah sangat besar. Oleh karena itu, kami menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus ini," ujar Abdul Qohar dalam konferensi pers di Kejaksaan Agung dikutip dari RMOL, Senin 24 Februari 2025.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Kejagung Jerat Zarof Ricar Dengan Pasal TPPU Sudah Tepat
- Terpidana Kasus Timah Meninggal Dunia, Suparta Divonis 19 Tahun Penjara
- Aktivis HAM Sebut Penafsiran Serampangan Obstruction of Justice Pintu Masuk Otoritarianisme Hukum