Sri Mulyani Disarankan Tinjau Ulang Penghapusan Subisidi Energi Minyak dan Fosil

Ketua DPP IMM Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan, Muhammad Habibi/Rep
Ketua DPP IMM Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan, Muhammad Habibi/Rep

Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Muhammadiyah (DPP IMM) meminta Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, mengusulkan kembali kebijakan penghapusan subsidi energi yang dicanangkan negara peserta KTT G20 Bali.


Usulan tersebut disampaikan Ketua DPP IMM Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan, Muhammad Habibi, dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (26/11$.

Habibi menyatakan, kebijakan transisi renewable energy harus sejalan dengan tata kelola perbaikan energi fosil yang semakin tergerus. Jangan sampai kebijakan transisi energi terbarukan justru menghapuskan kebijakan subsidi energi minyak dan gas bumi (fosil) yang sampai dengan hari ini masih carut marut pengelolaannya.

“Kebijakan transisi atau renewable energy perlu disesuaikan dengan pengelolaan energi minyak dan fosil di Indonesia, sebab perlu perencanaan yang lama dalam mencanangkan konsep serta roadmap energi terbarukan di Indonesia,” kata dia.

Sehingga, usulan Indonesia menghapuskan subsidi energi dengan negara peserta lainnya dalam KTT G20 Bali yang lalu, perlu ditinjau kembali.

Pasalnya, di satu sisi subsidi energi minyak dan gas bumi sangat diperlukan oleh masyarakat kelas menengah bawah, di sisi lainnya pembaruan energi melalui kebijakan energi terbarukan juga diperlukan oleh negara.

“Guna mengurangi dampak kerusakan lingkungan hidup akibat eksploitasi serta eksplorasi minyak dan gas bumi di Indonesia,” ujarnya.

Habibi menambahkan, pemerintah sangat berkepentingan terhadap pengelolaan minyak dan gas bumi. Data yang dihimpun dari laporan tahunan Kementerian Keuangan pada 2021, realisasi penerimaan anggaran negara bersumber dari minyak dan gas bumi mencapai Rp. 216,876 triliun. Terdiri dari penerimaan minyak mentah Rp 139,174 triliiun dan penerimanaan gas bumi Rp 77,701 triliiun.

Jumlah yang sangat besar ini tentunya diharapkan dapat membantu pendisitribusian subsidi minyak dan gas bumi kepada masyarakat.

“Jika penghapusan subsidi energi minyak dan gas bumi  ini dilakukan pemerintah, tentunya akan berdampak luas kepada masyarakat, karena sumber penerimaan negara dari minyak dan gas bumi sangat besar jumlahnya, lantas uang yang diterima negara dari minyak dan gas bumi digunakan untuk hal apa?" tuturnya.  

"Daripada dihapuskan lebih baik tetap digunakan untuk pendistribusian subsidi minyak serta digunakan dalam pembenahan pengelolaan energi minyak dan gas bumi yang masih carut marut,” tegasnya.

Terkait pengelolaan keuangan masyarakat dari ancaman resesi global, DPP IMM berharap Sri Mulyani tetap menjaga pendataan ekonomi masyarakat.

Hal itu guna menjaga stabilitas perputaran keuangan yang dilakukan pemerintah bersama para pelaku usaha dalam menjaga kebijakan pembangunan berkelanjutan. Apabila pendataan yang dilakukan pemerintah tidak jelas tentu dapat menghambat upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas keuangan.

Seperti pada kasus kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) September lalu. Pendistribusian Bantuan Langsung Tunai (BLT) masih dinilai berbagai kalangan tidak terdistribusi secara maksimal.

Menurutnya, hal tersebut terjadi dikarenakan pendataan ekonomi masyarakat yang belum rigid. Sebab masih ada masyarakat yang tergolong berpenghasilan kelas menengah atas justru menerima BLT.

“Guna menjaga kebijakan pembangunan berkelanjutan yang maksimal, pemerintah perlu berhati-hati sekali dalam mendata perekonomian masyarakat,” tuturnya.

“Jangan sampai karena pendataan yang tidak maksimal, di kemudian hari target pembangunan berkelanjutan yang ditetapkan pemerintah tidak berjalan secara optimal, maka pemerintah melalui Menteri Keuangan bersama seluruh stakeholder berkolaborasi dalam melakukan pendataan ekonomi masyarakat yang rigid dan tepat sasaran,” demikian Habibi dimuat Kantor Berita Politik RMOL.