Kepastian Hukum Jadi Catatan Investor Masuk ke Indonesia

Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri/Net
Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri/Net

Indonesia masih menjadi daya tarik bagi para investor sehingga banyak kalangan masyarakat optimistis investor asing bakal menanamkan modal mereka untuk membangun usaha di Indonesia.


Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal Damuri, menuturkan optimismenya bahwa ke depan ekonomi Indonesia akan bangkit lantaran memiliki pasar yang sangat besar bagi para investor asing.

"Ke depan, pasti masih akan masuk investasi kita. Karena kita memiliki pasar cukup besar. Kemudian kita masih kaya dengan resources dan masih ada tenaga kerja," tegas Yose dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (16/12).

Menurutnya, investor akan mempertimbangkan beberapa hal untuk masuk Indonesia. Seperti kemudahan investasi, kemudahan operasional, dan kepastian hukum.

Terkait kemudahan operasional, Yose menyoroti aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Menurutnya, pemerintah ingin meningkatkan TKDN dengan cara yang terkadang sangat instan. Yaitu dengan melarang impor part dan komponen yang sebenarnya masih dibutuhkan.

"Kadang dianggap di Indonesia sudah ada bahan bakunya sehingga tidak boleh diimpor lagi. Padahal spesifikasi part dan komponen itu agak berbeda dengan yang dibutuhkan oleh investor baru ini. Itu jadi pertimbangan. Masalah TKDN ini saya pikir akan menjadi permasalahan yang cukup berat,” paparnya.

Kepastian hukum juga menjadi catatan tersendiri. Menurut Yose, ketika investor telah memulai operasional usaha di Indonesia, persoalan hukum tidak bisa dihindari. Karena itu, investor akan benar-benar mempertimbangkan aspek kepastian hukum.

"Ini di luar operasional. Kalau operasional sudah baik tentu harus ada kepastian hukum, karena ketika beroperasi pasti akan timbul dispute atau sengketa yang diselesaikan dalam ranah hukum. Kalau ranah hukumnya tidak pasti, investor akan mendapat kesulitan di sana," tegasnya.

Lebih jauh Yose menilai, Indonesia terkenal memiliki banyak regulasi usaha yang berubah dengan cepat. Padahal perubahan regulasi secara cepat akan menganggu proses usaha.

"Cepat sekali perubahannya yang tentunya mengurangi ketidakpastian hukum," tambahnya.

Oleh sebab itu, Yose menyarankan adanya suatu badan yang khusus bertugas untuk memeriksa dan mensinkronkan berbagai regulasi terkait usaha di Indonesia.

"Yang kita perlukan adalah clearing house. Ada satu badan, entah Kemenko Perekonomian atau apa, yang punya kapasitas untuk mereview regulasi-regulasi yang baru ini supaya kementerian punya prosedur, SOP, sebelum mengeluarkan regulasi, mempertimbangkan dampak baik buruknya,” tutupnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan sejumlah komitmen investasi yang diterima Indonesia dari Presidensi G20.

“Pada 2023, pemerintah menindaklanjuti komitmen investasi yang dibuat untuk Indonesia sebagai hasil dari KTT G20 di Bali, antara lain Just Energy Transition Partnership sebesar 20 miliar dolar AS untuk energi bersih di Indonesia,” kata Airlangga.

Selain itu Ketua Umum Partai Golkar ini menyebut bahwa Asia Zero Emission Community berkomitmen menyediakan dana 500 juta dolar AS untuk Indonesia dan Partnership for Global Infrastructure and Investment berupa pendanaan 600 miliar dolar AS dari negara-negara G7 dalam bentuk pinjaman dan hibah.

Dana itu akan digunakan untuk pengembangan proyek infrastruktur berkelanjutan di negara berkembang.