Larangan buka puasa bersama (bukber) bagi para menteri hingga kepala lembaga sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo yang tertuang di Sekretaris Kabinet Republik Indonesia Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023 perlu ditinjau ulang.
- 84,03 Persen Pelajar Indonesia di Luar Negeri Tidak Tahu Pemilu 2024
- Wapres Maruf Dan MUI Sepakat Shalat Idul Adha Diadakan Di Rumah Masing-masing
- Dana JHT adalah Hak Pekerja, Pencairannya Tidak Boleh Memberatkan
Baca Juga
Bagi Fraksi PKS DPR RI, larangan bukber tidak arif dan tidak bijaksana. Pemerintah, mestinya memahami semangat buka puasa bersama sebagai kearifan dan kultur umat Islam di Indonesia.
"Meskipun itu ditujukan kepada pejabat dan pegawai negeri, larangan itu (bukber) jelas tidak bijaksana bagi umat Islam yang sedang suka cita menyambut bulan ramadhan," kata Ketua Fraksi PKS DPR RI, Jazuli Juwaini dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (25/3).
Tidak ada alasan kuat melarang buka puasa bersama, apalagi jika berdalih kekhawatiran lonjakan kasus Covid-19. Sebab kini, kegiatan keramaian, seperti konser musik dengan puluhan ribu penonton sudah diperbolehkan.
Pemerintah, kata Jazuli, juga harus arif memahami budaya dan tradisi bangsa seperti buka puasa bersama. Menurut Jazuli, bukber bagi pegawai bisa menjadi sarana pembinaan spiritual aparatur.
"Bukber juga bisa mengokohkan hubungan emosional antara atasan dan bawahan dalam suasana yang lebih cair," ungkapnya.
Oleh karenanya, ia meminta pemerintah menarik kebijakan larangan bukber bagi menteri dan kepala lembaga sebagaimana arahan Presiden Joko Widodo.
"Kalau pemerintah bijak seharusnya tidak perlu ada larangan-larangan seperti itu. Lebih baik surat tersebut ditarik atau dicabut," tutup Jazuli.
- Golkar dan PAN Umumkan Capres-Cawapres Pekan Depan
- Tunggu Restu Partai, Ridwan Kamil Antara Maju Pilgub Jabar atau Jakarta
- Bahas Lanjutan Koalisi, Airlangga-Cak Imin Kembali Bertemu