Sudah Setahun Petani Sidoarjo Protes, Sawahnya Dipagari Pergudangan 

Sugeng menunjukkan lokasi sawahnya yang dipagari/RMOLJatim
Sugeng menunjukkan lokasi sawahnya yang dipagari/RMOLJatim

Wajar Sugeng Sri Sudono resah. Sebab sawahnya seluas 1.800 meter persegi dipagari oleh perusahaan pergudangan. Akibat pemagaran itu, dia tidak bisa masuk ke lahannya. 


Sugeng adalah petani di Desa Pertapan Maduretno, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo. Akibat dari pemagaran itu, sawahnya pun tidak tergarap.

"Sudah setahun saya mengeluhkan masalah ini. Sempat saya difasilitasi oleh perangkat desa. Permintaan saya cuma satu, agar akses masuk ke sawah tidak ditutupi," urainya pada Kantor Berita RMOLJatim, belum lama ini.

Dari hasil mediasi di balai desa, Sugeng meminta agar pagar yang menutupi sawahnya dibongkar. Permintaan Sugeng dipenuhi. Pagar dibongkar. Tapi Sugeng hanya diberi akses pintu ukuran 1,5 meter saja.

"Ya jelas saya keberatan. Tidak sesuai dengan ukuran sawah saya. Harusnya akses masuk itu sesuai lebar sawah saya," jelas pria yang juga berprofesi sebagai guru ini. 

Sugeng juga menjelaskan pihaknya dua kali diajak bertemu dengan perangkat desa untuk membahas masalah tersebut. Akan tetapi pihaknya menolak dengan alasan bahwa masalah itu sudah jelas dan tidaj perlu dibahas lagi.

"Saya mau diajak diskusi untuk melakukan pengukuran ulang yang melibatkan BPN atas tanah saya. Ya saya menolak. Lokasi lahan milik saya sudah jelas dan tidak ada masalah. Saya hanya minta pagar itu dibongkar," tegasnya.

Sebaliknya, yang menjadi pertanyaan Sugeng pagar pembatas yang dibangun itu justru telah menyalahi aturan. Sugeng menjelaskan, berdasarkan SK Gubernur tercatat bahwa sawah miliknya sebelah utara perbatasan dengan sungai Buntung. 

"Dulu ada patok dinas pengairan. Sekarang patoknya dicopot. Dihilangkan. Artinya pagar pembatas itu berdiri di atas tanah Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas. Sehingga pihak manapun tidak berhak membangunnya," ujarnya. 

Informasi yang diterima Sugeng, lokasi itu sebelumnya statusnya disewakan. Tapi peruntukkannya dianggap tidak jelas. Sugeng menambahkan, menurut aturan bahwa tanah yang berdiri di wilayah BBWS tidak boleh dibangun bangunan permanen.

"Itu tanah milik BBWS, tidak boleh ada bangunan permanen. Saya sebenarnya tidak menuntut banyak. Cuma beri akses masuk sesuai dengan ukuran lahan saya," tuturnya. 

Sementara Ketua BPD Santoso saat dikonfirmasi membenarkan bahwa status pagar pembatas itu memang disewakan ke pihak pergudangan. Tapi dia menyayangkan bahwa dalam perjanjian sewa tidak ada kesepakatan membangun pagar pembatas. 

"Ya memang disewakan selama 3 tahun. Dananya masuk ke kas desa. Sayangnya dalam perjanjian tidak ada keterangan membangun pagar pembatas. Kok tiba-tiba ada pagar pembatas, saya juga heran," terang Santoso saat mendampingi Sugeng.