Cerita Pilu Korban TPPO Asal Jember: Kerja Tak Dibayar, Diperas Bayar Uang Tebusan hingga Istri Disandera

Ahmad Zaini (kaos hitam) saat berada di Kantor Disnaker Jember/RMOLJatim
Ahmad Zaini (kaos hitam) saat berada di Kantor Disnaker Jember/RMOLJatim

Meski berhasil pulang ke rumahnya, seorang buruh migran bernama Ahmad Zaini (44), tidak bisa melupakan pengalaman pahit sepanjang hidup selama berada Negeri Kamboja.


Terutama saat dia bersama istrinya diancam akan dijual lagi ke Negara Myanmar, dibuang ke tempat sepi saat waktu dinihari, hingga istri disandera untuk dijadikan jaminan uang tebusan.

Zaini adalah warga Desa Harjomulyo Kecamatan Silo, Kabupaten Jember. Ia menjadi korban dugaan Tindak Pidana Perdagangan orang (TPPO).

Kisah pilu Zaini menjadi korban TPPO ini bermula dari perkenalannya dengan seorang agen penyalur Pekerja Migrant Indonesia (PMI) ilegal untuk tujuan Negara Kamboja.

Zaini tergiur bekerja di Kamboja lantaran gaji yang ditawarkan terbilang cukup tinggi, 800 US Dolar (Rp12.000 dengan kurs dolar Rp 15.000), dengan kerja ringan bayaran tinggi.

Karena itulah ia bertekad bekerja sebagai buruh migrant bersama istrinya, IP (31), untuk merubah nasib hidupnya agar lebih baik. Namun bayang-bayang gaji tinggi hilang setelah dua bulan bekerja.

"Kami dipekerjakan sebagai scammer situs perjudian di sebuah perusahaan Kamboja, dua bulan bekerja tidak dibayar sepeserpun," ujar Zaini, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Rabu (28/6).

Karena itulah, Zaini bersama istrinya menyatakan berhenti dari perusahaan dan akan pulang ke Indonesia. Namun permintaan itu tidak mulus, pihak perusahaan tempatnya bekerja meminta uang tebusan Rp35 juta per orang.

"Saya dan istri saya harus membayar Rp 70 juta," kenang Zaini.

Jika tidak membayar sejumlah uang tersebut, lanjut dia, pihak perusahaan akan menjual Zaini dan isterinya ke negara Myanmar. Saat itu adiknya, Dikky yang ikut bekerja, juga tidak kerasan dan juga menyatakan ingin pulang.

Karena yang ingin pulang tiga orang, pihak perusahaan itu meminta uang tebusan sebesar Rp115 juta. Karena itu, dia bernegosiasi menemui langsung pimpinan perusahaan yang biasa disebut bos besar.

"Saya minta jangan dijual ke Myanmar dan bersedia membayar uang tebusan. Namun saya minta waktu selama 1 minggu untuk menghubungi keluarganya di Indonesia, untuk mencarikan uang tebusan," ujar Zaini. 

Sementara istrinya disandera perusahaan sebagai jaminan untuk membayar uang tebusan. Karena terlalu menunggu lama tidak kunjung bias membayar uang tebusan, Zaini dan Dikky dibuang ke sebuah kawasan sepi yang sama sekali tidak mengenal tempat tersebut.

"Saya, istri dan Dikky diangkut dengan sebuah mobil. Saya dan Dikky diturunkan di tempat sepi dan gelap gulita, karena dini hari. Sedangkan istri dibawa oleh orang-orang perusahaan tersebut," katanya.

"Saya terus berusaha menghubungi keluarga disini (Jember) dan alhamdulillah oleh teman saya diberikan nomor polisi dari Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur. Dengan berbekal nomor itu, saya coba hubungi dan ceritakan semua yang saya alami. Saat dalam perjalanan, saya dihubungi oleh AKBP Hendra ditanya keberadaan saya saat itu, saya berada di perbatasan Vietnam,” terang dia.

Dari komunikasi tersebut, Zaini kemudian mendapatkan nomor kontak petugas Konsulat Jendral Republik Indonesia (KJRI) di Vietnam. Selanjutnya ia bersama sang adik dibawa ke sebuah penginapan sebelum akhirnya dapat diterbangkan kembali ke Tanah ailr.

"Petugas yang membantu dari KJRI namanya ibu Yovanka, waktu itu yang membantu kepulangan saya ke Indonesia. Dia juga menyampaikan kepulangan saya dan adik ke tanah air seluruhnya ditanggung Polda Jatim," terang Zaini. 

Setelah itu, dia bersama Dikky bisa mendapatkan tiket pesawat ke tanah air. Ia terbang dari Bandara Vietnam menuju Bandara Bali.

"Masih ada 8 PMI di sana, yakni istri dan 7 teman di Negara Kamboja. Saya berharap agar Pemerintah segera membantu upaya pemulangan mereka ," harap Zaini saat berada di Kantor Disnaker Jember.