Kuasa Hukum ZA Pertanyakan Bukti Kepemilikan Limbah Medis RSUD dr Soewandi

Kuasa hukum ZA, I Komang Aries Darmawan/RMOLJatim
Kuasa hukum ZA, I Komang Aries Darmawan/RMOLJatim

Kasus pencurian limbah medis RSUD dr. Soewandhie yang melibatkan oknum wartawan berinisial PI demi konten berita bohong, mendapat respon dari kuasa hukum ZA selaku cleaning service.


Kuasa hukum ZA, I Komang Aries Darmawan membenarkan kliennya ZA saat ini berstatus tersangka atas tuduhan pencurian sampah alat-alat medis milik RSUD dr Soewandhi. 

Namun demikian, pihaknya saat ini masih berupaya meminta keterangan dari penyidik atas nilai kerugian yang ditimbulkan dalam kasus ini.

“Hal ini penting kami lakukan untuk merefleksikan unsur-unsur pidana yang disangkakan kepada ZA,” ujar Komang dikonfirmasi Selasa (5/9).

Selain itu, Komang juga ingin memastikan soal sampah atau limbah medis itu, apakah benar milik RSUD dr Soewandi atau bukan. Sebab menurut pengakuan dari pihak rumah sakit sendiri, sampah sampah medis itu belum teregistrasi oleh pihak manajemen sehingga berpotensi mengaburkan klaim kepemilikan.

“Paling tidak ada nota pembelian atau bukti laporan pengadaan barang-barang medis itu sebagai bukti kepemilikan,” kata dia.

Apalagi lanjut Komang, sampah medis itu jatuh ke pihak ketiga yang ditengarai memiliki kepentingan untuk memproduksi konten berita palsu dengan narasi peristiwa yang dipaksakan.

“Semua hal di sini bisa terjadi. Maka dari itu kami mengantisipasi segala potensi apapun yang berkaitan dengan perkara ini,” paparnya.

Di sisi lain, Komang juga mengakui bahwa ZA memilki perasan jengkel pada pihak rumah sakit karena sering memarahinya sewaktu bekerja.

"Dia sering dibilang kerja tidak becus. Kadang sewaktu jam istirahat dipotret dan dianggap tidak bekerja, padahal itu jam istirahat. Terus pernah dituduh mencuri, padahal dia sama sekali tidak melakukan hal-hal yang dituduhkan," ujarnya.

Dengan adanya kejengkelan itu, ZA bertemulah dengan oknum wartawan PI. Akhirnya kejengkelan ZA dimanfaatkan oleh PI demi memproduksi sebuah berita dengan cara merekayasa.

“Kejengkelan atau sakit hati ZA kepada pihak rumah sakit ini kemungkinan dimanfaatkan untuk tujuan tujuan yang ZA sendiri tidak menyadarinya. ZA ini orangnya lugu. Dia tidak mungkin bisa punya pikiran seperti itu tanpa ada yang menuntut atau mengarahkan,” terang Komang.

Soal regulasi maupun Standar Operasional Prosedur (SOP) rumah sakit tentang sampah medis, Komang mengaku bahwa ZA tidak tahu menahu secara detail sampai PI memberikan iming iming janji berupa uang sebesar 200 ribu.

Kapolsek Simokerto, Kompol Dwi Nugroho membenarkan bahwa otak pelaku adalah oknum wartawan berinisial PI. 

Menurut Kompol Dwi, ZA yang menjadi petugas kebersihan di RSUD dr Soewandhi disuruh mengambil limbah medis untuk diberikan kepada oknum wartawa . Yang kemudian dibuat seolah-olah ada pembuangan limbah medis di TPS. ZA sendiri sudah ditetapkan sebagai tersangka.

“Dia menyuruh lakukan, (sebab) ia butuh bahan untuk pemberitaan. Bahannya itu minta ke ZA, kategori barang yang dipesan bukan barang bebas atau kuasa ZA, jadi kategorinya pencurian," jelas Dwi. 

Setelah barang diterima dari ZA, lanjut Kompol Dwi, PI kemudian mengkondisikan di lokasi pembuangan sampah, seolah-olah ada penemuan pembuangan limbah medis yang tidak sesuai  SOP.

"Barang (diterima PI) untuk mengondisikan SOP pembuangan limbah, diskenariokan tidak sesuai SOP (dibuang ke TPS),” ungkapnya. 

Dengan mencitrakan keburukan rumah sakit yang seolah-olah dibuat menyalahi aturan pembuangan limbah medis, maka PI bisa mencari keuntungan atau melakukan dugaan pemerasan. Namun belum sampai tujuannya terealisasi, polisi keburu mengungkap kasus tersebut. “Belum (dilakukan pemerasannya),” tambahnya.

Atas perbuatannya tersebut, PI disangkakan pasal berlapis terkait pencurian, penyebaran berita bohong, dan pencemaran nama baik.

“Pertama, ditetapkan sangka Pasal 363 KUHP berkaitan dengan peranannya menyuruh lakukan tersangka yang sebelumnya diamankan, ZA. Berikutnya (kedua), Pasal 15 UU Nomor 1 1946 berkaitan dengan kabar bohong atau hoaks. Berikutnya lagi (ketiga) pencemaran nama baik, 310 Ayat 1 KUHP,” terang Dwi.

PI terancam hukuman lima tahun penjara. Sementara kaitan adanya pihak lain lagi yang terlibat, lanjutnya, masih dalam penyelidikan.

“Yang paling tinggi Pasal 363, lima tahun penjara. Kalau Pasal 15 dua tahun, satunya lagi Pasal 310 itu sembilan bulan kalau gak salah. Yang menentukan hakim apakah dan ataunya, kategorinya masuk dan, berarti diakumulasi. Masih pengembangan, ada atau tidak pihak yang tersangkut,” tandasnya.