Suara Bulat dan Rasional

Deklarasi Capres Cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar/Ist
Deklarasi Capres Cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar/Ist

JUMLAH suara kursi yang didapat partai tidak bisa mempresentasikan jumlah suara pemilih di pemilihan Capres Cawapres 2024. 

Mayoritas suara partai pasti ambyar. Tidak utuh. Pasalnya dalam pemilihan Capres Cawapres, pemilih tidak lagi melihat partai melainkan figur. 

Dari sekian partai, setidaknya ada satu partai yang dinilai memiliki suara bulat, utuh dan tebal. Yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). 

Secara kultural, suara PKB masih kuat di tingkat akar rumput. Tidak terbelah-belah. Sebab mayoritas pemilih masih meyakini figur ulama dalam menjatuhkan pilihan.

Ya, apa kata ulama. 

Wajar jika kemudian Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya merasa khawatir jika warga NU ditarik-tarik ke urusan politik. Gus Yahya pun meminta agar duet Anies dengan Cak Imin tidak dikaitkan dengan NU.

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menanggapi santai saja. Dan pihaknya juga sepakat NU harus memisahkan diri dari perpolitikan.

"Saya sepakat, samina wa athona, saya tidak akan membawa nama-nama PBNU karena itu memang urusan PBNU," kata Cak Imin dalam tayangan video dikutip Selasa (5/9).

Namun Wakil Ketua DPR RI Bidang Korkesra itu menambahkan bahwa yang paling penting saat ini adalah PKB. 

"Yang paling penting adalah PKB, saya ini, perjuangannya memang untuk NU, sudah tidak ada yang bisa membantah," tandasnya

Ya, meski Cak Imin sudah sering mengatakan bahwa NU dan PKB adalah 'terpisah', namun di ujung kata-katanya tetap disisipkan nama NU. Inilah yang dianggap orang-orang bahwa PKB adalah representasi NU dan sebaliknya. Apalagi PKB dulunya identik dengan Gus Dur. 

Sadar akan suara PKB yang memiliki basis suara NU di Jawa Timur dan Jawa Tengah, Surya Paloh  tidak bisa menafikan. Sehingga pilihan Nasdem menggandeng PKB dianggap lebih rasional. Apalagi Cak Imin dengan PKB-nya yang notabene pendukung rezim, termasuk yang paling berani menerima tawaran berduet dengan Anies. Dia tidak mau menjadi seperti ketum-ketum partai yang tersandera oleh kepentingan penguasa. Artinya, semua itu pasti sudah dipikir matang. Termasuk saat KPK mengumumkan akan memanggil Cak Imin pasca deklarasi. 

Tidak bisa dipungkiri, peluang Anies menang di Pilpres 2024 sangat besar. Selain dukungan pemilih dari partai, ada juga pemilih rasional. Jumlah pemilih rasional ini paling besar. Mereka tidak bisa dikendalikan oleh partai manapun. Bahkan sekalipun mereka sudah memilih partai, pilihan rasional mereka akan jatuh ke Anies. 

Kenapa ke Anies? Yang jelas mereka tidak mau memilih calon presiden dari 'petugas partai' atau 'petugas pemerintah'. Bagi mereka, sudah cukuplah Jokowi memimpin negeri ini selama dua periode. Jangan ditambah masalah dengan memilih 'petugas partai' atau 'petugas pemerintah', yang ujung-ujungnya akan seperti-seperti itu juga.

Namun demikian Anies tidak bisa hanya mengandalkan suara dari pemilih rasional. Dia tetap butuh suara bulat dan utuh di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah untuk mengunci kemenangan. Dan, Cak Imin adalah pilihan tepat. 

Nasdem sendiri pasti telah memperkirakan itu. Nasdem butuh kekuatan baru untuk mendongkrak suara di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sementara di Jawa Barat, Nasdem sudah mengunci basis suara dari PKS yang hingga kini tetap setia dengan Anies siapapun Cawapresnya. Tentu, Nasdem dan partai koalisi tetap harus bekerja keras mengamankan suara di luar Jawa. Sebab suara pemilih di luar Jawa sangat rentan terjadi kecurangan.

Lalu bagaimana bila di last minute semua skenario itu bubar? Bagaimana bila seandainya Cak Imin mendadak 'dipaksakan' jadi tersangka? 

Ya, yang namanya skenario manusia tidak akan bisa melampaui skenario yang dibuat Tuhan. 

Siapa yang menyangka sewaktu pemilihan Gubernur DKI, Anies bisa menang. Mengalahkan incumbent Basuki Tjahja Purnama alias Ahok. Sama halnya dengan Jokowi saat melawan petahana. Padahal semua hasil survei tidak menjagokannya. Nyatanya, saat itu Jokowi menang dan menjadi Gubernur DKI Jakarta. 

Semua itu karena campur tangan Yang Maha Lembut dan Halus. Saking lembut dan halusnya, tak seorang pun tahu cara kerjaNya. 

Jika Cak Imin 'ditersangkakan', siapa tahu Demokrat akan kembali dan pilihan Cawapres jatuh pada AHY. Sebab hanya Tuhan yang bisa membolak-balikkan hati manusia. 

Sama halnya ketika PKB gabung koalisi Anies. Siapa yang bisa menyangka bila PKB akan bersatu dengan PKS. Ini sesuatu yang mustahil dalam hitung-hitungan politik. Kendati banyak warga nahdliyin tidak suka PKB bersekutu dengan PKS dan mendoakan kedua partai tidak menyatu.

Pilpres 2024 memang semakin menarik untuk disimak. Kita seperti diperlihatkan pada tontonan sebuah film. Di situ ada pemain dan sutradara. Diyakini masih banyak skenario-skenario dimainkan oleh sang Sutradara. Tetapi perlu diingat, sehebat-hebatnya skenario manusia, lebih hebat skenario Tuhan.

Penulis wartwan Kantor Berita RMOLJatim