Aturan Hukum Pidana Ilegal Logging Dipertanyakan

Sidang pelaku pembalakan liar/Ist
Sidang pelaku pembalakan liar/Ist

PEMBALAKAN liar akan semakin merajalela karena vonis ringan penjara tidak membuat para pelakunya jera. Rusaknya hutan selain kasus pembalakan liar, kurangnya kesadaran hingga kurang tegasnya pemerintah dalam menindak pelaku ilegal logging disinyalir juga menjadi penyebab utama kerusakan hutan. Aturan hukum pidana ilegal logging juga kian dipertanyakan. 

Baru-baru ini pengadilan di Kabupaten Negeri Madiun menjatuhkan vonis 4 bulan kepada Bakri bin Kasiran pelaku pembalakan liar di kawasan hutan milik Perhutani Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Madiun. 

Bakri yang juga disebut "bos ilegal logging" ini tertangkap tangan pada Senin sore, 26 Juni 2023. Dengan barang bukti 5 batang kayu Sono berbentuk gelondongan dengan ukuran 200 -210 cm dan diameter 45 cm hingga 70 centimeter dengan total kerugian negara Rp.24.166.000.

Didakwa melanggar pasal UU no. 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan, pasal 83 ayat 3 yang berbunyi dalam hal tindak pidana yyang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf c dilakukan oleh perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan, pelaku dipidana dengan pidana paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). 

Beberapa pakar hukum dan pemerhati lingkungan saat itu menyanyangkan tuntutan JPU kepada terdakwa 6 bulan penjara. Karena terlalu ringan. Meski tuntutan kasus tindak pidana ilegal logging, rentut (rencana tuntutan) domain Kajari setempat. 

Setidaknya mempertimbangkan rasa keadilan dan akibat perbuatan yang dilakukan terdakwa serta banyaknya kayu yang ditebang. Ditambahkan pula untuk memberantas dan menyeret para pelaku ilegal logging atau pembalakan liar tidak cukup hanya memakai UU Kehutanan atau KUHP, namun perlu menggunakan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). 

Karena dampak dari ilegal logging jumlah kerugian negara jauh lebih besar dari Tipikor. Setidaknya jika terjadi lagi pembalakan liar pelakunya harusnya dihukum setara dengan koruptor Penerapan UU Tipikor terhadap ilegal logging dalam skala besar sangat memungkinkan. 

Tidak hanya memudahkan dalam membuktikan, tapi juga memberikan sanksi lebih tajam daripada UU Kehutanan, yakni pidana mati atau penjara seumur hidup, serta tambahan uang pengganti atau denda, sehingga dapat menimbulkan efek jera. 

Selain itu, rekam jejak Bakri yang juga Kepala Desa Rejomulyo, Kecamatan Karangjati, Kabupaten Ngawi. Pernah berurusan dengan hukum pada medio bulan April 2022. Kasus yang sama dengan jumlah barang bukti 43 barang kayu sono. Divonis oleh PN kabupaten Madiun 3 bulan penjara. 

Pindah Domisili

Kadang kalau diamati kasus pembalakan liar di Madiun ini meninggalkan sesuatu yang misteri. Macam seperti Bakri, setelah penangkapan, dalam surat dakwaan ketiga ada keterangan bahwa terdakwa sudah pindah domisili di tempat kejadian perkara (TKP) desa Kradinan. 

Surat keterangan domisili dibuat tanggal 24 Juli 2023 atau satu bulan setelah penangkapan Bakri. Ditandatangani kepala desa setempat. Kepala desa Kradinan menyatakan bahwa Bakri sudah domisili di wilayah desanya sejak 2022 di berada di tepi hutan dengan jarak 150 meter. Jika dikaitkan pasal 83 ayat 3(tiga), unsur hukumnya masuk terkait bertempat tinggal (eh bener gak sih). Sehingga dengan begitu tuntutannya agak ringan mungkin. 

Untuk surat domisili, karena menyangkut perpindahan penduduk antar kabupaten dalam propinsi dan sudah diatur dalam UU no. 23 tahun 2006 di pasal 15 dengan domain Dispendukcapil setempat. Tapi di sini kok cukup kepala desa ya. Saat dikonfirmasi Kepala Desa Kradinan pun belum memberikan jawaban mesti telah dihubungi. stop ilegal logging.

Penulis wartawan Kantor Berita RMOLJatim